Sabtu, 23/11/2024 08:09 WIB

Ma`ruf Cahyono: Banyak Implementasi UUD Harus Dikaji

Ma`ruf mengatakan, perlu dilihat sejauh mana pelaksanaan UUD agar konstitusi dan pelaksanaannya juga bagus.

Sekretaris Jenderal Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Ma`ruf Cahyono.

Yogyakarta, Jurnas.com - Implementasi atau pelaksanaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) banyak yang masih harus dilakukan pengkajian. Tidak sedikit hal-hal ideal dalam konstitusi dasar tersebut belum dilaksanakan dengan baik.

Demikian disampaikan Sekretaris Jenderal Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Ma`ruf Cahyono saat membuka Diskusi Panel "Evaluasi Pelaksananaan UUD NRI Tahun 1945" di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM),  Yogyakarta, Selasa (10/9/2019).

Diskusi panel ini merupakan rangkaian kegiatan Festival Konstitusi dan Antikorupsi 2019 yang melibatkan MPR,  Mahkamah Konstitusi (MK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),  dan UGM yang berlangsung 10 - 11 September 2019.

"Apakah UUD telah diimplementasikan dengan baik sesuai konsepsinya? Apakah dalam kenyataannya UUD sudah kita lakukan dan implementasikan?" ujar Ma`ruf.

Ma`ruf mengatakan, perlu dilihat sejauh mana pelaksanaan UUD agar konstitusi dan pelaksanaannya juga bagus. "UUD NRI Tahun 1945 menjadi living constitution atau konstitusi yang mampu menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat," tuturnya.

Pada kesempatan itu Ma`ruf Cahyono menegaskan bahwa MPR diberi mandat oleh Undang-Undang untuk melakukan kajian dan evaluasi yang setidaknya meliputi tiga hal.

Pertama,  apakah sistem ketatanegaraan sudah sesuai dengan Pancasila. Kedua, apakah konstitusi UUD NRI Tahun 1945 sudah sesuai dengan kebutuhan.  Ketiga,  bagaimana pelaksanaan dan implementasi dari konstitusi.

Menurut Ma`ruf, gagasan dan pikiran untuk penataan sistem ketatanegaraan sudah ada sejak MPR periode 2009 - 2014. Gagasan dan pemikiran itu tertuang dalam rekomendasi MPR periode 2009 - 2014. Misalnya pemikiran tentang penataan sistem ketatanegaraan melalui perubahan UUD.

"Perubahan harus berlandaskan Pancasila dan kesepakatan dasar,  yaitu tidak mengubah Pembukaan UUD,  masih tetap dengan sistem presidensial,  dan tidak mengubah NKRI," katanya.

Juga pemikiran untuk melakukan reformulasi perencanaan sistem pembangunan nasional model GBHN. "Ini juga merupakan aspirasi masyarakat. Suara terbanyak menghendaki adanya haluan negara. Aspirasi itu muncul dari suara rakyat bukan dari MPR. Survei menunjukkan 85 persen mengatakan perlunya GBHN," katanya.

Sedangkan terkait diskusi panel ini, Ma`ruf berharap lahirnya gagasan dan pemikiran analitis. MPR melalui Badan Pengakajian dan Lembaga Pengkajian akan menelaah secara akademik gagasan dan pemikiran itu.

"Ini bagian-bagian pikiran masyarakat,  pikiran akademik,  sehingga tatanan negara tidak hanya baik di sistem tatanegara,  tidak hanya baik dalam konstitusinya tapi juga baik dalam pelaksanaannya," pungkasnya.

Narasumber diskusi panel adalah Bambang Sadono (anggota Badan Pengkajian MPR), Prof Dr Kelian ( Guru Besar Filsafat UGM), dan Prof Dr Ratno Lukito (Guru Besar UIN Sunan Kalijaga).

KEYWORD :

MPR RI Festival Konstitusi dan Antikorupsi 2019 UGM




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :