Wakil Ketua MPR RI Dr. H, M. Hidayat Nur Wahid menerima kunjungan delegasi Panitia Rapimnas II Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Tahun 2019
Jakarta, Jurnas.com - Wakil Ketua MPR RI Dr. H, M. Hidayat Nur Wahid menerima kunjungan delegasi Panitia Rapimnas II Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Tahun 2019. Pertemuan tersebut berlangsung di Ruang Kerja Wakil Ketua MPR, Gedung Nusantara III lantai 9 komplek parlemen Senayan Jakarta, Selasa (10/9). Pada kesempatan tersebut, delegasi Panitia Rapimnas II KAMMI Tahun 2019 dimpimpin Ketua Umumnya Irfan Ahmad Fauzi.
Kepada Wakil Ketua MPR, Irfan Ahmad Fauzi menyampaikan permohonan untuk membuka Rapimnas II KAMMI akhir September nanti. Selain itu Irfan juga menyempaikan beberapa persoalan yang saat ini menjadi perhatian KAMMI dan akan dibahas pada saat Rapimnas II nanti. Beberapa persoalan itu antara lain menyoal, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS), perubahan UU tentang KPK dan rencana pemindahan Ibu Kota Negara, serta wacana kembalinya GBHN dan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Menjawab undangan tamunya, Hidayat belum bisa memberikan jadwal yang pasti. Pasalnya, pada akhir September baik MPR maupun DPR menghadapi jadwal yang padat. Mulai dari pleno akhir jabatan anggota MPR periode 2014-2019, hingga pelantikan anggota MPR masa jabatan 2019-2024.
Usulan Harris Meningkatkan Tarif Pajak Bakal Mempengaruhi Saham Kebutuhan Pokok, hingga Tenaga Surya
Menyangkut kembalinya GBHN, Hidayat mengatakan rencana tersebut semakin mengerucut dan menuju pada kenyataan. Pasalnya, ketiadaan GBHN pasca reformasi menyebabkan ketiadaan keberlanjutan pembanguan. Padahal pembangunan Indonesia bukan hanya untuk masa lima tahun, tapi juga jangka panjang. Karena itu kehadiran GBHN sangat dibutuhkan untuk menjamin keberlangsungan rencana pembangunan jangka panjang.
“Indonesia ini terlalu luas, tidak mungkin hanya menggantungkan visi misi presiden. Apalagi jika presiden terpilih tidak sampai mendapatkan suara mayoritas. Dikhawatirkan terlalu banyak aspirasi masyarakat yang tidak terakomodasi,” kata Hidayat menambahkan.
Menyangkut perubahan UU tentang KPK, Hidayat mengingatkan agar tujuannya adalah penguatan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi. Jangan sampai UU tentang KPK diubah untuk melemahkan lembaga anti rasuah tersebut.
Namun, Hidayat juga memberikan catatan yang mesti diperhatikan KPK sendiri. Antara lain, KPK harus lebih berhati-hati dalam menetapkan status tersangka, karena KPK tidak bisa mengeluarkan SP3.
“Ada orang yang tetap menjadi tersangka dan tidak pernah disidangkan, ini juga catatan yang kurang baik. Selain itu, KPK harus bisa membuktikan bahwa lembaga tersebut tidak tebang pilih dalam menjalankan tugasnya,” kata Hidayat menambahkan.
Kinerja MPR