Kilang minyak Arab Saudi, Aramco (Foto: Memo)
Sana`a, Jurnas.com - Militer Yaman kembali memperingatkan negara asing di Arab Saudi untuk meninggalkan pabrik pengolahan minyak Aramco, karena masih menjadi target dan akan diserang kapan saja.
Peringatan itu datang setelah Houthi dan tentara Yaman mengerahkan sebanyak 10 pesawat tanpa awak menyerang dua perusahaan minyak pada 14 September.
Juru bicara angkatan bersenjata Yaman, Jenderal Yahya Sare`a, mengatakan, serangan di wilayah timur kerajaan itu dilakukan drone dengan mesin jet yang normal.
Ia mendesak Arab Saudi menghentikan agresi dan blokade terhadap Yaman, atau tentara Yaman menghantam Negeri Petro Dolar di mana saja dan kapan saja yang dipilihnya.
Pejabat Yaman lainnya menolak klaim bahwa negara itu tidak mampu melakukan serangan sendiri yang menargetkan dua pabrik di jantung industri minyak Arab Saudi.
Anggota Dewan Politik Tertinggi Yaman, Mohammed al-Bukhaiti, berjanji, pasukan Yaman akan terus menggempur industri minyak Saudi hingga kerajaan mengakhiri perang mematikannya.
Serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya menghancurkan lebih dari setengah produksi minyak mentah Saudi, atau 5 perawn dari pasokan global. Hal itulah yang membuat pejabat Arab Saudi dan AS berspekulasi serangan itu berasal dari Iran atau Irak.
Bukhaiti mengatakan kepada kantor berita Tasnim bahwa menyebut negara lain di balik serangan infrastruktur minyak Arab Saudi adalah "pengecut" dalam menghadapi kenyataan kekuatan militer Yaman.
"Arab Saudi menyatakan perang terhadap Yaman dengan alasan bahwa inventaris rudal kami mengancam keamanannya," katanya.
"Hari ini, kami terkejut melihat bahwa ketika kami mengenai sumur minyak Arab Saudi, mereka membantah Yaman melakukan serangan ini dan menuduh orang lain melakukannya," sambungnya.
"Ini dipandang sebagai dekrit hukuman pidana sendiri. Ini juga menunjukkan kepengecutan mereka," tambahnya.
Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo dengan cepat menuding Iran atas serangan kurang ajar itu. Ia mengklaim tidak ada bukti bahwa drone berasal dari Yaman.
Bukhaiti mengatakan, Washington menggunakan retorika sedemikian rupa untuk menyembunyikan fakta bahwa radar mereka tidak mampu melacak drone Yaman.
"Radar AS dan Arab Saudi tidak dapat mencegat pesawat Yaman. Jika mereka bisa mencegatnya, mereka akan menembak jatuh mereka," katanya.
Bukhiati mengatakan, fakta bahwa Pompeo tidak memiliki bukti untuk mendukung klaimnya menunjukkan Gedung Putih krisis baik secara politik maupun militer.
Bukhiati menegaskan, Houthi akan berhenti menyerang Arab Saudi begitu mereka berhenti melayani kepentingan AS dan mulai menghargai kepentingan rakyatnya sendiri.
"Mengakhiri perang sekarang bukan lagi merupakan kepentingan bersama Yaman dan Arab Saudi. Sebaliknya, itu menguntungkan Riyadh lebih daripada Yaman," katanya.
"Serangan-serangan ini secara otomatis akan berhenti jika Arab Saudi mengakhiri agresi dan mengangkat blokade terhadap Yaman," katanya.
"Operasi ini hanya akan memperluas dan menargetkan fasilitas yang lebih vital dan lebih sensitif daripada fasilitas minyak," tegasnya.
KEYWORD :Arab Saudi Drone Yaman Amerika Serikat Kilang Minyak Aramco