Sabtu, 23/11/2024 06:44 WIB

Muslim Rohingya di Bawah Bayang-Bayang Geneosida

Laporan itu menyampaikan bahwa 600.000 Rohingya yang tersisa di Rakhine hidup dalam kondisi menyedihkan.

Etnis Rohingya. (Foto: Press TV)

Jakarta, Jurnas.com - Misi Pencari Fakta PBB (FFM) mengatakan, penganiayaan terhadap Muslim Rohingya ternyata masih terus berlanjut di Myanmar. Ratusan ribu orang terancam mengalami pembunuhan besar-besaran (genosida, Red).

Hal itu disampaikan, misi pencari fakta internasional independen PBB tentang Myanmar saat mempresentasikan laporan terakhirnya kepada Dewan HAM PBB di Jenewa pada Selasa (17/9).

FFM mengungkapkan, ribuan Muslim Rohingya terbunuh, terluka, ditangkap secara sewenang-wenang, atau diperkosa tentara Myanmar dan gerombolan Buddha terutama antara November 2016 dan Agustus 2017.

Lebih dari 730.000 Muslim Rohingya melarikan diri dari Negara Bagian Rakhine Myanmar ke negara tetangga Bangladesh setelah tindakan keras yang meningkat pada tahun 2017.

"Kami menyimpulkan bahwa ada pengaruh kuat dari niat genosida berkelanjutan pada bagian negara sehubungan dengan Rohingya, bahwa ada risiko serius berulang genosida," jelasa Ketua FFM, Marzuki Darusman.

"Biar saya perjelas: kebijakan, undang-undang, individu, dan intuisi yang memimpin pekerjaan dasar untuk operasi pembersihan brutal pada 2016 dan 2017 tetap ada dan kuat. Impunitas berlanjut, diskriminasi berlanjut, kebencian terus berlanjut, penganiayaan berlanjut," lanjutnya.

Melihat keadaan saat ini, Darusman mengatakan, kembalinya para pengungsi Rohingya yang sekarang berjumlah sekitar satu juta ke Rakhine merupakan hal yang tidak mungkin.

Laporan itu menyampaikan bahwa 600.000 Rohingya yang tersisa di Rakhine hidup dalam kondisi menyedihkan.

Sementara itu, kata laporan itu, pemerintah Myanmar tampaknya tidak peduli dengan situasi bencana hak asasi manusia di negara itu.

"Myanmar terus melakukan penolakan. Menolak semua dialog dengan kami dan ini sangat disesalkan. Ini menunjukkan kurangnya itikad baik terhadap mekanisme HAM, termasuk misi ini," jelas Darusman.

Pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, yang juga Pemenang Nobel Perdamaian menolak misi pencarian fakta saat dibentuk dewan HAM PBB pada Maret 2017.

Berbicara di hadapan dewan HAM PBB, Duta Besar Myanmar, Kyaw Moe Tun, menyampaikan penolakan negaranya soal bentukan misi. Ia menyebut FFM kurang memahami secara menyeluruh sejarah budaya, gaya hidup dan bahasa Myanmar.

Misi pencari fakta itu menegaskan kembali seruannya untuk menuntut para jenderal tertinggi di negara itu, termasuk panglima militer Min Aung Hlaing.Anggota misi, Chris Sidoti, mengatakan pada konferensi pers setelah presentasi laporan itu bahwa pemerintah sipil Myanmar juga bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia.

Panel PBB mengatakan telah mengeluarkan bukti yang dihimpunnya dari hampir 1.300 wawancara dengan saksi ke mekanisme investigasi baru untuk Myanmar, yang akan mendukung penuntutan di pengadilan internasional di masa depan.

KEYWORD :

Muslim Rohingya Etnis Rohingya Myanmar Marzuki Darusman




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :