Sabtu, 23/11/2024 16:00 WIB

Revisi UU KPK Disahkan, Pakar: Bukan Kiamat Bagi KPK

Pakar hukum pidana, Supardji Ahmad menilai, revisi UU KPK itu bukanlah langkah untuk mematikan KPK melainkan untuk menguatkan kinerja KPK agar lebih baik.

Jakarta, Jurnas.com - Revisi Undang-Undang (UU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah disalahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Selasa (17/09) kemarin.

Pakar hukum pidana, Supardji Ahmad menilai, revisi UU KPK itu bukanlah langkah untuk mematikan KPK melainkan untuk menguatkan kinerja KPK agar lebih baik.

"Dengan UU baru ini takkan membuat KPK mati. Jadi UU bisa membawa perbaikan dan tak perlu skeptis bahwa kiamat terjadi pada KPK," kata Supardji dalam acara diskusi "Menatap Pemberantasan Korupsi dengan UU KPK" yang terselenggara di D`Condsulate Cafe, Jakarta, Rabu (18/09).

Menerut founder FA Institue, masyarakat boleh saja mengapresiasi kinerja KPK selama ini, namun KPK tak boleh dijadikan lembaga yang sempurna sehingga tak memiliki kesalahan.

"Publik boleh saja mengapresiasi kinerja KPK, tapi KPK bukanlah lembaga sempurna, sehingga revisi UU adalah hal yang wajar," ujarnya.

Supardji berharap, revisi UU ini diharapkan mampu menyelesaikan persoalan-persoalan yang selama ini menjadi kelemahan-kelemahan yang ada di KPK, slaah satunya mampu menyelesaikan kasus-kasus besar.

"Revisi UU mudah-mudahan bisa menyelesaikan kasus-kasus besar di masalah seperti kasus e-KTP. Selain itu, tidak ada lagi model-model penegakan hukum masa lalu dilakukan KPK.

Senada dengan Supardji, Pakar hukum tata negara Muhammad Rullyandi mengatakan, revisi UU KPK merupakan suatu yang wajar dilakukan mengingat masih banyak harus disempurnakan dalam internal lembaga pemberantasan korupsi tersebut.

"Ini merupakan suatu langkah penyempurnaan yang dilakukan DPR dan Pemerintah. Ini juga justru menguatkan KPK bukan melemahkan. Revisi itu adalah hal yang lumrah karena UU dibuat untuk melihat masa depan lebih baik," katanya.

Menurur Rully, langkah revisi UU KPK tidak semerta-merta hadir karena adanya motif tertentu, melainkan ada suatu pengkajian secara matang oleh pemerintah.

"Revisi UU KPK dibuat setelah studi banding ke beberapa negara-negara di dunia sehingga UU lama dilihat masih banyak yang perlu disempurnakan," ujarnya.

"Pembentukan UU KPK baru sebagai refleksi dari suasam kebatinan UU KPK yang dibutuhkan untuk mempercepat tugas lembaga," tambahnya.

Revisi UU KPK tinggal menunggu tandatangan dari Presiden Joko Widodo sebelum nantinya dilakukan sidang Paripurna oleh DPR RI dan direalisasikan sebagai UU KPK secara sah.

Praktisi Hukum, Firman Wijaya menilai revisi UU KPK merupakan suatu langkah untuk menerapkan keadilan dalam penegakan hukum di lembaga-lembaga pemerintah. Pasalnya, selama ini ia menilai ada kekhususan-kekhususan yang selama ini diterima KPK.

"Setiap lembaga negara harus diperlakukan sama, jika di lembaga satu ada SP3, maka yang lain juga harus ada SP3," tuturnya.

Sebagai lembaga negara, lanjut Firman, perlu adanya prosedur yang jelas untuk mengukur keberhasilan kinerja suatu lembaga, apalagi yang menyangkut persolan hukum.

"Persoalan hukum adalah persoalan kebangsaan. Tindakan-tindakan penegakan hukum harus bisa diukur dengan prosedur yang jelas," jelasnya.

Sementara itu, Feri Amsari, selaku direktur pusaka universitas andalas menilai revisi UU KPK adalah langkah untuk melemahkan KPK, bahkan menutup kebebasan KPK memberantas korupsi.

"Selama ini ada banyak pengawasan KPK, mulai dari pengawas internal, hak angket dari DPR, dll. Terlalu banyak pengawasan, padahal ciri-ciri independen ialah bebas, sekarang KPK harus di bawah Pemerintah. Itu menutup ruang kebebasan KPK," ujarnya.

Padahal menurutnya, KPK dibentuk karena aparat penegak hukum konvensional tidak bisa memberantas kasus korupsi. Sehingga jika ingin dikuatkan, bukan dengan membatasi gerak-geriknya dengan UU yang jelas melemahkan KPK.

Salah satu poin dalam revisi UU KPK adalah adanya dewan pengawas KPK yang nantinya akan memonitoring kinerja KPK dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagai lembaga negara.

 

KEYWORD :

UU KPK Pakar Hukum




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :