Proses pemasangan oil boom untuk mencegah pencemaran tumpahan minyak lebih luas.
Jakarta, Jurnas.com - Penanganan kebocoran gas dan tumpahan minyak dari anjungan yang dioperasikan PT. Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) terus intensif dilakukan.
PHE ONJW memprioritaskan penanganan insiden Sumur YYA yang berlokasi di Lepas Laut Jawa Barat, Karawang. Hingga saat ini, penanganan masih dilakukan untuk tiga aspek, yaitu pengendalian sumur, penanganan di laut, dan penanganan di darat.
Vice President Relations Pertamina Hulu Energi Ifki Sukarya menjelaskan, pihaknya terus berkordinasi dengan pihak-pihak terkait sehingga proses penanganan saat ini dapat berjalan sesuai dengan jadwal yang ditentukan.
Pengamat Energy Watch Indonesia (EWI), Ferdinand Hutahaean melihat upaya PHE ONJW sudah cukup baik.
“Penanganan yang sudah berjalan dua bulan ini saya nilai sudah baik dan telah sesuai dengan standar industri migas di berbagai belahan dunia,” kata Ferdinan, Jumat (20/9/2019).
Menurutnya, sejak peristiwa terjadi 12 Juli, Pertamina telah melakukan tindakan cepat dengan mengirimkan kapal, oil boom, dan lainnya yang diperlukan untuk menangani tumpahan minyak.
Senada dengan Ferdinan, Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro menilai, Pertamina melakukan penanganan insiden tumpahan minyak di Karawang dengan baik. Upaya yang sudah berjalan dua bulan tersebut sudah sesuai dengan standar industri migas di berbagai belahan dunia. “Sudah sesuai dengan SOP global,” kata Komaidi.
Dalam konteks ini Komaidi menegaskan, memang seharusnya Pertamina melakukan penanganan berlapis seperti saat ini. Dalam hal ini, Pertamina tidak hanya berusaha menutup sumur YYA-1 yang menjadi pusat kebocoran, namun juga membuat barikade agar tumpahan minyak tidak meluas, yang antara lain dilakukan melalui barikade oil boom.
Selain itu, juga berusaha membersihkan ceceran minyak yang terbawa ombak hingga ke pantai. Termasuk di antaranya, melalui upaya pemberdayaan yang dilakukan kepada nelayan.
“Ini kan musibah yang memang tidak terencana. Jadi yang dilakukan Pertamina sudah pro aktif, baik aspek teknis maupun aspek demografis dengan menata masyarakat itu sendiri,” lanjutnya.
Komaidi tidak sependapat jika saat ini dilakukan investigasi. Karena pada umumnya, yang harus dilakukan adalah menyelesaikan persoalan darurat terlebih dahulu, yaitu menutup kebocoran. Kalaupun terdapat konsekuensi lain, imbuhnya, bisa dilakukan setelah proses-proses yang mendesak selesai dilakukan.
“Kalau investigasi dilakukan paralel, dikhawatirkan malah tidak optimal. Baik untuk investigasnya sendiri maupun untuk proses penanganan kebocoran yang sekarang sedang dilakukan," jelasnya.
Sementara itu Direktur Eksekutif Indonesian Club, Gigih Guntoro menilai Pertamina mampu mengkonsolidasi tim internal dan melibatkan nelayan mengevakuasi tumpahan minyak.
“Pertamina juga memberikan kompensasi kepada masyarakat terdampak dengan cepat. Disamping itu juga Pertamina melakukan recovery titik kebocoran. Langkah-langkah ini merupakan satu bentuk tanggungjawab corporate secara umum,” kata Gigih.
KEYWORD :Pertamina tumpahan minyak PHE ONJW