Para siswa sekolah menengah atas yang mengikuti aksi unjuk rasa (Foto: Istimewa)
Jakarta, Jurnas.com - KPAI bertemu dengan Humas Kemdikbud, Herlangga dan mengajak untuk turun ke lokasi bersama, syukur-syukur kalau bisa meminta aparat menghentikan gas airmata dan penyisiran para demonstran anak di sekitar senayan dan penjompongan.
Namun, ternyata malam itu KPAI dan Kemdikbud sulit menembus lokasi-lokasi titik massa berkumpul atau berlari menyelamatkan diri setelah terkena gas airmata.
Komisioner KPAI bidang pendidikan Retno Listyarti mengatakan KPAI dan Kemdikbud diterima oleh Direktur RS AL MH, Bapak Wiweka. Pihaknya diijinkan menemui anak-anak yang sudah mendapatkan perawatan dengan luka ringan dan sedang.
"Akhirnya kami memutuskan untuk mengunjungi Rumah rumah sakit sekitar senayan dan pejompongan, yaitu RS MH di Benhil dan RS Pelni," ucap Retno.
KPAI mengapresiasi Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat yang segera himbauan KPAI sehingga dengan cepat sekolah dapat mendeteksi keberadaan anak-anaknya;
KPAI juga mengapresiasi Kemdikbud RI, khususnya Humas dan Direktorat Pembinaan SMA untuk mau ke RS-RS di sekitar lokasi rusuh untuk mendeteksi apakah benar para korban merupakan anak-anak sekolah dan menanyakan para korban alasan datang aksi dan siapa yang menggerakan.
Sayangnya Humas Kemdikbud hanya sebentar di RS, namun tiga kasie dan staf Direktorat Pembinaan SMK Kemdikbud sampai malam berada di RS bersama KPAI.
Ada 14 anak korban yang diwawancarai oleh Komisioner KPAI, dari percakapan tersebut diperoleh fakta-fakta sebagai berikut :
a. Korban yang dilarikan ke RS tidak hanya anak SMK (dalam ajakan medsos disebut STM), tetapi juga siswa SMA dan SMP. Bahkan korban patah tulang yang akan menjalani operasi pagi ini (26/9) adalah siswa SMPN di Jakarta Selatan;
b. Anak-anak korban mengaku ikut demo karena ajakan dari media social, seperti iinstagram dan aplikasi WA. Namun ada anak korban yang tidak tahu diajak untuk demo kawan sekolahnya, tahunya dia diajak jalan-jalan ke pusat kota, nanti dapat makan dan minum;
c. Ada anak korban yang diajak teman mainnya di rumah (bukan satu sekolah) untuk aksi di DPR bahkan diminta membolos sekolah hari itu, anak ini masih SMP dan yang mengajak siswa SMA. Siswa SMP ini mengalami patah tulang pada lengan;
d. KPAI juga mendapatkan anak yang rumahnya dekat lokasi rusuh menjadi korban juga karena menonton aksi usai pulang sekolah. Padahal minggu ini menurut pengakuannya sedang berlangsung PTS (penilaian tengah semester).
Karena PTS selesai pukul 16 wib (siswa SMP ini masuk sekolah siang hari atau sistem 2 shift), anak-anak tersebut bergerak ke DPR untuk menonton kakak-kakak SMK dan SMA aksi.
Di RS PL, Komisioner KPAI juga bertemu dengan para orangtua anak-anak korban karena dikontak pihak rumah sakit atau relawan. Namun KPAI juga bertemu dengan beberapa orangtua yang tidak dikontak RS, namun inisiatif mencari anak-anaknya di RS, para ortu tersebut sangat kebingungan mencari anak-anaknya karena belum pulang ke rumah, sementara handphone-nya tidak aktif.
Ada orangtua yang mengatakan menerima WA wali kelas di grup para orangtua dan baru menyadari anaknya tidak berada di rumah mungkin ikut aksi. Kepanikan para orangtua terlihat nyata dan mereka telah mencoba mendatangi beberapa RS.
Imbauan pengecekan keberadaan anak melalui kepala-kepala Dinas Pendidikan yang dilakukan KPAI berarti cukup efektif. Anak-anak itu ternyata merahasiakan rencana aksi mereka kepada para orangtuanya;
Anak-anak korban menyatakan megalami luka karena terjatuh saat di siram gas airmata, pingsan karena kelelahan dan belum makan dari siang, ada yang pingsan karena dehidrasi kekurangan minum diterik matahari siang itu, dan juga ada korban-korban luka karena diduga akibat pukulan aparat.
Bahkan ada satu anak dengan luka lebam di sekujur tubuh dan mata kanan bengkak karena dipukul aparat sekitar 10 orang ketika terpisah dari rombongan saat kondisi kocar kacir karena massa aksi disiram bertubi-tubi dengan gas air mata.
KEYWORD :Anak Sekolah Aksi Demo Perlindugan Anak