Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir (Foto: Muti/Jurnas.com)
Jakarta, Jurnas.com – Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengumpulkan para rektor dan kepala lembaga pendidikan tinggi se-Indonesia, pada Senin (30/9) pagi, di Kantor Kemristekdikti Jakarta.
Usai pertemuan tersebut tersebut, Menristekdikti memastikan tidak menjatuhkan sanksi apapun terhadap rektor, menyusul aksi demonstrasi mahasiswa pada 23-24 September 2019 lalu.
“Saya tanya di sini tidak ada rektor yang mengerahkan (demo) itu. Kalau tidak ada, apakah kita kenakan sanksi? Kan tidak. Saya hanya mengimbau, jangan mengerahkan massa untuk melakukan anarkis, melakukan demo,” terang Menteri Nasir kepada awak media.
Alih-alih sanksi, Menristekdikti meminta para rektor supaya menggelar diskusi dan dialog dengan mahasiswa, terkait undang-undang (UU) maupun rancangan undang-undang (RUU) yang menimbulkan protes.
Apalagi saat ini seluruh RUU yang masuk dalam tujuh tuntutan mahasiswa sudah ditunda pengesahannya oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, termasuk RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Tidak Enak Jadi Menteri
“RUU itu kan sudah bisa didapatkan di mana-mana, kan bisa dibahas. Apa masukannya, keinginannya, apa yang belum termasuk, sehingga itu bisa menjadi masalah yang harus kita selesaikan,” kata dia.
Adapun terkait aksi demo yang rencananya digelar bersamaan dengan Rapat Paripurna terakhir DPR/MPR RI hari ini (30/9), Nasir meminta para mahasiswa tidak kembali turun ke jalan.
Dia menyarankan mahasiswa supaya menempuh jalur hukum melalui judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK), jika merasa UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sudah disahkan, perlu direvisi.
“Yang mau didemokan apa? Tuntutan mereka untuk pemerintah sudah ditunda pada RUU itu. Dan tidak dibahas oleh anggota DPR. Harusnya tidak ada lagi. KPK kan UU, kalau UU harusnya ke MK,” tegas Nasir.
KEYWORD :Sanksi Rektor Menristekdikti Mohamad Nasir