Rabu, 27/11/2024 10:15 WIB

Lingkaran Elit Arab Saudi Mulai Ragukan Kepemimpinan Mohammed bin Salman

Analis dan bankir percaya sebelum serangan Yaman bahwa pendapatan Aramco sebesar USD2 triliun tidak realistis, angka riil kemungkinan hanya USD1,5 triliun.

Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud dan Putranya Mohammed bin Salman (Foto: Hassan Ammar/AP)

Riyadh, Jurnas.com - Sejumlah anggota keluarga kerajaan Arab Saudi menyatakan frustrasi atas kemampuan Pangeran Mahkota Mohammed bin Salman untuk memimpin kerajaan tersebut setelah serangan dahsyat tentara Yaman di kilang minyak negara tersebut.

Kantor berita Reuters mengutip diplomat dan lima sumber yang dekat dengan keluarga yang berkuasa mengatakan, serangan rudal dan drone Yaman membuat marah beberapa anggota terkemuka keluarga Al Saud dan lingkaran elit terhadap Salaman yang memmpertahankan sikap agresif terhadap Iran.

"Ada banyak kebencian tentang kepemimpinan Salman. Bagaimana mungkin mereka tidak dapat mendeteksi serangan itu?" kata sumber tersebut tanpa ingin disebutkan namanya.

Sumber tersebut juga mengatakan, beberapa orang di lingkaran elit tidak percaya diri pada putra mahkota.

Pasukan militer Yaman dan pejuang sekutu dari Komite Populer mengerahkan 10 pesawat tanpa awak untuk menyerang kilang minyak Abqaiq dan Khura yang dioperasikan perusahaan minyak milik Arab Saudi Aramco pada 14 September.

Serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya menghambat lebih dari setengah produksi minyak mentah Arab Arab Saudi, atau lima persen dari pasokan global.

Menurut para ahli, mungkin butuh berbulan-bulan untuk produksi minyak Aran Saudi untuk kembali normal. Perkiraan sebelumnya memprediksi hanya kilang tersebut kembali normal hanya dalam hitungan seminggu.

Sejak berkuasa, Salman sudab menekan keluarga kaya di Arab Saudi untuk membeli saham Aramco untuk menyediakan riyal memndanai rencana ekonominya yang ambisius.

Namun, keluarga-keluarga itu tidak menunjukkan minat nyata dalam skema IPO Aramco karena meningkatnya ketidakpastian tentang masa depan perusahaan tersebut.

Analis dan bankir percaya sebelum serangan Yaman bahwa pendapatan Aramco sebesar USD2 triliun tidak realistis, angka riil kemungkinan hanya USD1,5 triliun.

Namun, devaluasi lebih lanjut yang disebabkan serangan itu berarti Salman dan pemerintah Saudi hanya akan mengantongi tidak lebih dari USD 10 miliar dalam floating awal Aramco yang mencakup penjualan satu persen dari saham perusahaan.

Arab Saudi dan sejumlah sekutu regionalnya meluncurkan kampanye habis-habisan melawan Yaman pada Maret 2015, dengan tujuan mengembalikan mantan presiden Abd Rabbuh Mansur Hadi kembali berkuasa dan menghancurkan gerakan Ansarullah.

Proyek Data Lokasi dan Peristiwa Konflik Bersenjata yang bermarkas di AS (ACLED), organisasi riset konflik nirlaba, memperkirakan, perang telah merenggut lebih dari 91.000 jiwa selama empat setengah tahun terakhir.

Bukan hanya itu, tapi juga merusak infrastruktur negara, rumah sakit, sekolah, dan pabrik. PBB mengatakan lebih dari 24 juta orang Yaman sangat membutuhkan bantuan kemanusiaan, termasuk 10 juta orang kelaparan tingkat ekstrem.

KEYWORD :

Arab Saudi Mohammed bin Salman Perang Yaman Kilang Minyak




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :