Presiden Turki Tayyip Erdogan (Foto: Gulftoday)
Ankara, Jurnas.com - Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan mengatakan, Ankara tidak akan menghentikan operasi militernya terhadap militan Kurdi di timur laut Suriah tidak peduli apa yang dikatakan negara lain.
Pernyataan itu disampaikan sehari setelah berjanji akan membanjiri Eropa dengan jutaan pengungsi jika Uni Eropa menyebut serangan itu sebagai invansi.
Pasukan militer Turki dan militan yang didukung Turki, Tentara Pembebasan Suriah (FSA) melancarkan invasi lintas-perbatasan yang terancam lama ke timur laut Suriah dalam upaya membersihkan militan Kurdi, Unit Perlindungan Rakyat (YPG) menjauh dari daerah perbatasan.
Ankara memandang YPG yang didukung AS sebagai sebuah organisasi teroris yang terikat dengan kelompok militan Partai Pekerja Kurdistan (PKK) yang didirikan sendiri, yang telah mencari wilayah Kurdi yang otonom di Turki sejak 1984.
YPG, yang merupakan sayap militer Partai Persatuan Demokratik Kurdi Suriah (PYD), merupakan tulang punggung dari apa yang disebut Pasukan Demokratik Suriah (SDF), aliansi anti-Damaskus dari militan Kurdi yang didominasi.
Jurgen Klopp Tolak Tawaran Latih Timnas AS
"Kami tidak akan pernah menghentikan langkah yang kami ambil terhadap PYD / YPG ... Kami tidak akan menghentikannya, apa pun yang dikatakan orang," kata Erdogan pada Jumat (11/10).
Erdogan kembali berjanji bahwa operasi militer lintas perbatasan - yang disebut Operation Peace Spring - akan berlanjut sampai semua militan YPG menarik diri dari Suriah utara.
"Pertarungan kami akan terus berlanjut sampai semua teroris bergerak lebih jauh ke selatan dari perbatasan sepanjang 32 kilometer yang disebutkan Donald Trump. Mereka akan meninggalkan daerah ini," kata Erdogan, merujuk pada presiden AS dan daerah di mana para militan Kurdi beroperasi sekarang.
Pada Kamis (10/10), Erdogan mengancam Uni Eropa karena mengutuk operasi Turki dan menyebutnya sebagai invasi. Ia mengakan akan mengizinkan 3,6 juta pengungsi Suriah yang tinggal di Turki selama beberapa tahun menuju Eropa.
Namun, negara-negara Uni Eropa mengancam akan menjatuhkan sanksi terhadap Turki atas ofensifnya di negara Arab, dengan marah menolak peringatan Erdogan yang akan membuka gerbang dan mengirim pengungsi ke Eropa jika tidak mendukung operasinya.
Kemudian pada Jumat (11/10), Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Steven Mnuchin mengatakan Trump telah memerintahkan para pejabat AS untuk merancang sanksi baru yang menyasar Turki atas serangan itu.
Ia menambahkan bahwa Washington tidak mengaktifkan sanksi sekarang tetapi akan melakukannya jika perlu.
Namun, Jumat malam, Kementerian Luar Negeri Turki, dalam menanggapi kemungkinan sanksi AS. Ia mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa Ankara akan membalas tindakan apa pun yang menentang upaya-upayanya untuk memerangi terorisme.
"Turki bertempur dengan organisasi teroris yang menciptakan ancaman bagi keamanan nasionalnya. Tidak seorang pun boleh meragukan bahwa kita akan membalas ke langkah apa pun yang akan diambil untuk melawan ini," katanya.
Kementerian Pertahanan Nasional Turki mengatakan pada hari Jumat bahwa 399 teroris PKK / PYD-YPG sudah dinetralkan sejak awal operasi. Militer Turki umumnya menggunakan istilah netralisasi untuk menandakan bahwa para militan menyerah atau dibunuh atau ditangkap.
KEYWORD :Operasi Militer Amerika Serikat Uni Eropa Recep Tayyip Erdogan