Andi Razak Wawo, Ketua Forum Alumni Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia (Petisi)
Jakarta, Jurnas.com - Ditekennya Kenaikan BPJS Kesehatan oleh Presiden Joko Widodo yang berlaku Januari 2020, dianggap akan semakin memperburuk ekonomi Indonesia. Alasan kenaikan untuk menyiasati defisit anggaran negara, bukan solusi. Seharusnya dilakukan efisiensi anggaran seluruh kementeriannya.
Hal itu dikemukan Andi Razak Wawo, Presidium Forum Alumni Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia (Petisi). Katanya, kenaikan BPJS Kesehatan justru akan menyebabkan adanya kenaikan biaya struktur gaji bila dibebankan pada perusahaan swasta maupun BUMN.
"Apabila dibebankan kepada karyawan tentu hal ini akan mengurangi pendapatan bersih karyawan/pegawai (ASN, Swasta & BUMN). Sudah pasti, dampaknya sangat memberatkan kepada pekerja/karyawan/pegawai dan dunia usaha yg saat ini daya beli sdh sangat menurun," ujar Andi Razak.
Soal Perppu KPK, Ini Kata Jokowi
Dikatakannya lagi, saat ini perekonomian masih belum stabil. Janji Presiden Jokowi pada masa kepemimpinan yang pertama untuk memperbaiki pelayanan masyarakat, belum terealisasi.
"Bayangkan saja, kenaikan 100 persen. Masyarakat menengah ke atas, mungkin masih sanggup. Harusnya dipikirkan juga masyarakat menengah ke bawah yang hidupnya pas-pasan," ujar Andi Razak.
Misalnya, papar Andi Razak, ada keluarga yang suaminya mengais rejeki sebagai ojek online yang memunyai 3 anak saja. Maka supir ini harus sisihkan 210 ribu setiap bulannya untuk 5 orang ikut BPJS kelas 3.
"Padahal, harusnya bisa sisipkan buat anaknya sekolah. Buat beli buku dan lainnya. Pemerintah kesannya meremehkan efek lainnya dalam keuangan keluarga,"ujarnya.
Seharusnya sebelum ditekennya kenaikan BPJS Kesehatan, Presiden Jokowi pasti sudah tahu bagaimana jeritan rakyatnya yang masih terabaikan mendapat pelayanan rumah sakit. "Harusnya seorang Presiden tidak serta merta mendapat informasi dari birokrasinya saja. pasti ada cara lain mengatasi defisit APBN," ujar Andi Razak.
"Kebijakan ini tentu sangat tidak pantas. Apalagi hanya semata-mata untuk menahan makin defisitnya APBN Pemerintah. Pangkas saja anggaran kementerian yang banyak tidak jelas dan menghaburkan-hamburkan dana yang tidak pro-rakyat," ujar Andi Razak.
Kata Andi Razak, Presiden Jokowi kesannya "ngotot" teken naikkan BPJS Kesehatan. Tapi ketika ada desakan hingga ada korban jiwa menyangkut Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang (Perppu) KPK, malah banyak alasan.
Kalau alasan BPJS Kesehatan membuat defisit anggaran dan mengancam ambruk pemerintahan. Sedangkan Perppu KPK juga hal yang penting diperhatikan.
"UU KPK juga punya masalah fundamental dalam Pemberantasan Korupsi. bila tidak dicabut akan menimbulkan gejolak sosial politik yang bisa mengganggu stabilitas Pemerintahan Jokowi. Maka, Jokowi harusnya dahulukan keluarkan Perppu KPK krn UU KPK yg baru sangat melemahkan KPK dan menyuburkan munculnya koruptor2 baru jg ," ujar alumni Universitas Hasanuddin.
Saat ini, menurut Andi Razak Wawo, sangat beralasan apabila marak akan adanya boikot BPJS Kesehatan. Dengan situasi tersebut, maka kepercayaan publik terhadap pemerintahan kian rendah. "Pastinya, kebijakan Jokowi kian buruk. Rakyat masti mengeluh dan bisa saja ada perlawanan rakyat yang justru mengganggu pemerintahan," ujarnya.
KEYWORD :Boikot BPJS Perppu KPK Kenaikan BPJS Kesehatan Kecam Pemerintah Andi Razak Wawo