Sabtu, 23/11/2024 08:56 WIB

Wacana Pilkada dipilih DPRD, Ketua MPR : Kalau Banyak Mudharatnya Lebih Baik Dievaluasi

Bamsoet mengungkapkan temuan beberapa dampak negatif ketika Pilkada dipilih secara langsung oleh masyarakat, seperti adanya pembelahan dimasyarakat lantaran calon mereka dukung berbeda.

Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Bambang Soesatyo.

Jakarta, Jurnas,com - Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI menilai bahwa pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah secara langsung (Pilkada Gubernur, Walikota dan Bupati)  bisa saja dievaluasi menjadi dipilih lewat DPRD apabila ternyata hasil dalam pelaksanaannya lebih banyak mudharatnya (dampak negatifnya).

"Sebetulnya sudah lama sejak beberapa (waktu lalu), paling tidak satu tahun lalu lah, (ketika) saya sebagai ketua DPR, (saya) juga mendorong berbagai pihak, para ahli, perguruan tinggi untuk mengkaji lagi apakah pilkada langsung ini memberikan manfaat, lebih banyak manfaatnya atau lebih bnyak mudharatnya? Kalau ternyata lebih banyak mudaratnya bagi rakyat, maka sudah seharusnya kita evaluasi melalui Undang-Undang pemilu," kata Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (11/11/2019).

Namun, apabila hasil kajian tersebut menghasilkan temuan bahwa Pilkada dipilih secara langsung oleh masyarakat lebih bermanfaat bagi demokrasi, Bamsoet mengatakan sebaiknya tetap dilanjutkan Pilkada dipilih langsung oleh masyarakat, bukan oleh Anggota DPRD.

"Tapi kalau lebih banyak manfaatnya bagi struktur demokrasi ya silahkan dilanjutkan," katanya.

Pada kesempatan itu, Bamsoet mengungkapkan temuan beberapa dampak negatif ketika Pilkada dipilih secara langsung oleh masyarakat, seperti adanya pembelahan dimasyarakat lantaran calon mereka dukung berbeda.

"Banyak temuan-temuan kami atau saya selama memimpin DPR periode lalu, terjadinya pembelahan dan gesekan di akar rumput yang sangat mengkhawatirkan," katanya.

Selain gesekan dimasyarakat, kata Bamsoet, Pilkada langsung oleh masyarakat juga menghabiskan ongkos yang sangat luar biasa dan rawan politik uang, sehingga mendorong tumbuh suburnya korupsi di kalangan pejabat daerah guna mengembalikan ongkos politik.

"Kita tidak bisa mengharapkan hal yang luar biasa dari kepala daerah Bupati Walikota Gubernur, kalau untuk biaya mereka maju dan menang saja dibutuhkan puluhan, bahkan ratusan miliar, bagaimana mungkin kita mengharpakan kerja-kerja yang langsung pro rakyat di para pemimpin daerah ini kalau memang biayanya sangat tinggi dan ketergantungannya terhadap partai politik itu sangat besar," katanya.

Saat disinggung, bagaimana sikap Bamsoet terkait wacana Pilkada secara langsung oleh masyarakat atau mengevaluasinya.

Bamsoet mengaku tidak dalam posisi setuju dihapuskan pemilihan secara langsung oleh masyarakat atau setuju diteruskan pemilihan secara langsung oleh masyarakat.

"Sebagai posisi saya ketika itu sebagai ketua DPR memang mendorong untuk melakukan kajian kembali, tidak dalam posisi setuju dihapuskan atau setuju diteruskan," ujar dia.

Sementara itu, saat disinggung, apakah wacana digelarnya Pilkada kembali dipilih oleh DPRD tak memundurkan demokrasi Indonesia.

Menurut Bamsoet seluruh Rakyat indonesia sudah merasakan bagaimana dampak pemberlakuan digelarnya Pilkada melalui pemilihan secara langsung oleh masyarakat.

"Jadi memang pilkada yang rencananya dikembalikan kembali ke DPRD itu sudah diputuskan melalui Undang-Undang oleh DPR tapi kemudian di akhir jabatannya pak SBY mengeluarkan Perppu, maka kembalilah pilkada itu secara langsung, dengan argumentasi jika itu dilakukan (pilkada tidak langsung) maka kita akan mundur dalam hal demokrasi. Tapi apapun pertimbangannya, seluruh rakyat indonesia sudah merasakan dan melihat secara langsung apakah ini lebih banyak manfaatnya atau mudaratnya, kita kembalikan kepada masyarakat dan partai politik sebagai pengambil keputusan di parlemen," ujar dia.

KEYWORD :

Bambang Soesatyo Pilkada




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :