Sabtu, 23/11/2024 14:38 WIB

Tim Terpadu Buka Ruang Dialog untuk Penertiban Lahan Kemenag

Kemenag tidak akan menggunakan kekerasan sesuai protap dari pihak berwajib yang menjadi bagian dari tim penertiban tersebut.

Kemenag membuka ruang dialog bersama warga yang saat ini menempati lahan milik Kementerian Agama di Cisalak, Kecamatan Sukmajaya, Depok, Senin (11/11).

Depok, Jurnas.com - Tim Terpadu Penertiban Lahan Pembangunan Kampus Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) kembali membuka ruang dialog bersama warga yang saat ini menempati lahan milik Kementerian Agama di Cisalak, Kecamatan Sukmajaya, Depok, Senin (11/11).

Kepala Satpol PP Kota Depok, Lienda Ratnanurdiany menuturkan, dengan memperhatikan aspek sosial dan kemanusiaan, Tim Terpadu memutuskan untuk memberikan waktu kepada warga yang masih menempati lahan tersebut untuk membongkar sendiri bangunannya.

"Hari ini tadinya kami akan melakukan penertiban, hanya saja mereka (warga) ingin ada ruang dialog terlebih dahulu, kami akomodir itu. Atas saran dari Kapolres (Depok) dan Kuasa Hukum Kemenag kami menerima ruang dialog dari mereka," ujar Linda di lokasi penertiban.

Lebih lanjut Linda menjelaskan, dalam dialog bersama warga tersebut pihaknya menemukan, bahwa mereka yang sebelumnya menolak ketentuan dalam Perpres 62 Tahun 2018 tentang Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan dalam rangka Penyediaan Tanah untuk Pembangunan Nasional, kini berbondong-bondong untuk meminta agar diakomodir seperti yang tercantum dalam Perpres tersbut.

"Kita ingin mendengar sebenarnya mengapa mereka tidak ingin ditertibkan, ternyata mereka yang dulunya tidak tunduk pada ketentuan Perpres kini ingin balik di-appraiser (dinilai) seperti teman-teman (warga terdampak) yang lainnya," terang Linda.

Namun, kata dia, penilaian sudah tidak mungkin dilakukan lagi, pasalnya proyek tersebut telah berjalan sesuai prosedur, warga yang sebelumnya dengan sukarela dilakukan penilaian oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) pun kini telah menerima ganti uang santunan atau kerahiman. Selain itu juga dibantu untuk sewa tempat tinggal di lokasi lain.

"Warga yang menempati lahan Kemenag, karena dianggap sudah melanggar, warga yang tidak memenuhi kriteria Perpres, tapi dia menempati lahan yang bukan haknya. Itu kan pelanggarannya disitu, lain halnya dengan rekan-rekan yang lain, dimana mereka juga menempati, menggarap tapi kemudian tunduk pada Perpres, itu diberikan santunan. Kalau ini ditawati nggak mau, ya sudah, berarti dilaksanakan penertiban," tandas Linda.

Tim Hukum Kementerian Agama Drs. Misrad SH. MH menuturkan, sebelum menggelar penertiban pihaknya telah melakukan sosialisasi sesuai standar oprasional prosedur (SOP) penertiban lahan UIII. Pihaknya menegaskan tidak menggunakan kekerasan sesuai protap dari pihak berwajib yang menjadi bagian dari tim penertiban tersebut.

"Tidak ada pelanggaran HAM, dari awal kita melalui prosedur yang baik, sesuai dengan Protab dari Satpol PP, Protap dari Polri dan Protap dari TNI," ujar Misrad.

Lebih lanjut Misrad menjelaskan, secara SOP, Surat Pemberitahuan Pengosongan Lahan telah disampaikan kepada warga pada 5 September 2019 lalu, kemudain diberikan Surat Peringatan Pertama atau SP1 pada 11 September, dan berturut-turut SP2 pada 21 September, SP3 pada 1 November 2019.

Setelah melalui rangkaian sosialisasi tersebut, barulah pada 4 November 2019 disampaikan Surat Pemberitahuan Pembongkaran, dilanjut dengan Sosialisasi Lisan Pembongkaran Bangunan pada area kerja PT Wika dan PT Adhi Karya yang menggarap pembangunan kampus UIII tersebut.

Misrad menambahkan bahwa dirinya bersama Tim Kuasa Hukum Kementerian Agama RI menegaskan beberapa warga yang bangunannya telah ditertibkan dan memenuhi syarat telah memperoleh kerahiman dan dibiayai untuk menyewa tempat tinggal di lokasi lain selama satu tahun.

"Ketika ada yang bilang pengungsi tinggal di tenda-tenda, itu tidak ada satu pun pengungsi tinggal di tenda-tenda, atau mereka yang ditertibkan tidak ada satu pun yang tinggal di tenda, bahkan kemarin ada yang langsung kita kontrakkan," terangnya.

Terlebih, tegas Misrad, sebelumnya pihak Kementerian Agama telah berkonsultasi dengan Komnas HAM terkait duduk peraoalan tersebut, dan membuahkan hasil nama-nama 25 kepala keluarga yang telah diverifikasi untuk kemudian diberikan santunan. Dimana 25 nama tersebut kini tengah menunggu pencairan santunan dan bangunannya belum ditertibkan hingga santunan diterima.

"Yang sedang menunggu SK penerima santunan ada 25 orang, yang sedang diverifikasi ada 24 orang, dan itu tidak akan ditertibkan sampai mereka mendapatkan uangnya," tandas Misrad.

Sebagai informasi, penertiban tahap satu pembangunan Kampus UIII tersebut mencakup area seluas 142,5 ha dengan status BMN atas nama Kementerian Agama RI. Semula lahan tersebut atas nama Departemen Penerangan RI Cq. RRI dengan sertifikat hak pakai No. 001/Cisalak tahun 1981.

Sementara itu, warga yang mengakui tanah teraebut dengan Eligendom Verponding No.448 atas nama Samuel De Meyer atau William D Groot di atas lahan tersebut, sudah tidak berlaku lagi. Berdasarkan ketentuan UU No.1 tahun 1958, PP No. 18 tahun 1958, UU No. 5 tahun 1960, PP No. tahun 1961 Jo. PP No. 24 tahun 1997 dan beberapa aturan pelaksanaan lainnya atas tanah-tanah bekas hak barat yang telah dinyatakan tanah negara serempak diseluruh Indonesia.

Disamping itu Eigendom Verponding No. 448 tersebut telah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum oleh Pengadilan Negeri Depok berdasarkan putusan No. 133/Pdt.G/2009/PN. Depok.

KEYWORD :

Tim Terpadu Penertiban Lahan Kemenag Kampus UIII




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :