Markus Nari
Jakarta, Jurnas.com - Mantan anggota DPR RI Markus Nari divonis enam tahun penjara serta denda Rp 300 juta subsider tiga bulan kurungan penjara terkait kasus suap proyek e-KTP.
Majelis hakim Pengadilan Tipikor meyakini, politikus Partai Golkar itu menerima uang sebesar USD 400 ribu atau setara dengan Rp 4 miliar terkait proyek e-KTP.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Markus Nari telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan kesatu alternatif kedua dan dakwaan kedua alternatif pertama," kata Ketua Majelis Hakim Franky Tambuwun, saat membacakan amar putusan di PN Tipikor Jakarta, Senin (11/11).
Selain itu, Majelis hakim juga meminta agar Markus membayar uang pengganti sebesar USD 400 ribu. Uang ini terkait dengan penerimaan Markus Nari dari proyek pengadaan e-KTP.
"Apabila Markus Nari tidak membayar uang pengganti dalam waktu 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, harta bendanya disita dan dilelang. Apabila harta yang disita tidak mencukupi membayar uang pengganti, Markus dipidana penjara selama 2 tahun," tegas Frangky.
Perbuatan Markus selaku anggota Badan Anggaran ikut membahas pengusulan anggaran proyek e-KTP sebesar Rp 1,045 triliun. Kemudian Markus Nari menemui pejabat Kemendagri Irman selaku Dirjen Dukcapil saat itu dengan meminta fee proyek e-KTP sebesar Rp 5 miliar.
"Markus Nari menerima USD 400 ribu atau setara Rp 4 miliar diungkap Sugiharto dalam persidangan. Markus Nari bermula mengunjungi Kemendagri, uang yang diterima terdakwa berasal dari Andi Narogong yang sebagai pengumpul uang fee proyek," ucap Frangky.
Selain itu, Markus juga dinilai bersalah merintangi penyidikan kasus dugaan korupsi proyek e-KTP. Markus sengaja mencegah atau merintangi pemeriksaan terhadap Miryam S Haryani yang saat itu berstatus sebagai saksi dan Sugiharto yang kala itu berstatus sebagai terdakwa.
Markus meminta pengacara Anton Tofik dan Robinson untuk memantau perkembangan perkara korupsi proyek e-KTP. Anton yang menerima SGD 10 ribu dari Markus berhasil mendapatkan berita acara pemeriksaan (BAP) atas nama Miryam S Haryani dan Markus.
Markus memerintahkan Anton untuk membujuk Miryam agar tidak menyebut namanya dalam persidangan. Anton meminta pengacara Miryam S Haryani, Elza Syarief, agar mencabut keterangan yang menyebut nama Markus Nari.
"Atas permintaan tersebut, Amran Hi Mustary meneruskan pesan terdakwa kepada Sugiharto. Tapi Sugiharto menolak dengan mengatakan, `Tidak Pak, saya mau jujur terus terang saja. Apa adanya yang saya alami`. Sehingga dengan demikian, dapat disimpulkan terdakwa dengan sengaja meminta Miryam S Haryani dan Sugiharto untuk memberikan keterangan Irman dan Sugiharto agar tidak menyebut nama Markus Nari," ungkap Frangky.
Markus terbukti bersalah melanggar Pasal 3 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 21 UU 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
KEYWORD :Kasus e-KTP Markus Nari Politikus Golkar