Minggu, 24/11/2024 11:31 WIB

Pengamat: Larangan Pemakaian Produk Plastik Kebijakan Keliru Pemerintah

pemerintah telah melakukan kekeliruan dalam menyikapi regulasi sampah yaitu UU. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (UUPS) 

Ilustrasi sampah plastik (foto: google)

Jakarta, Jurnas.com – Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan yang juga Direktur Eksekutif Green Indonesia Foundation, H Asrul Hoesein menilai secara makro, pemerintah telah melakukan kekeliruan dalam menyikapi regulasi sampah yaitu UU. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (UUPS) dan regulasi-regulasi turunannya.

“Itu keliru besar. Dalam regulasi itu disebutkan tidak boleh melarang penggunaan produk plastik seperti yang dilakukan pemerintah pusat dan sebagian pemerintah daerah saat ini,” kata H Asrul Hoesein.

Dia mengatakan solusi sampah adalah aplikasi Pasal 13, 44 dan 45 UUPS, yaitu dengan membangun bank sampah di setiap desa/kelurahan (penguatan kelembagaan bank sampah versi regulasi). Artinya, dengan membangun control landfill dan sanitary landfill di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) sesuai Pasal 44 UUPS.

"Solusi bukan melarang pemakaian produk plastik seperti botol air dalam kemasan, kantong plastik dan lain-lain. Tapi sampah plastiknya yang harus dikelola melalui daur ulang dengan fokus aplikasi pasal-pasal dalam UUPS," kata Asrul.

Adanya kekeliruan pemerintah dalam menerapkan kebijakan itu, masalah sampah plastik ini bukannya semakin berkurang tapi malah makin berkepanjangan. Hal itu karena pemerintah tidak bisa mengedukasi dengan baik dengan tidak menjalankan pasal 13, 44 dan 45 UUPS. "Karena, tanpa penguatan bank sampah, edukasi tidak bisa focus,” ucapnya.

Jadi, kata Asrul, solusi sampah plastik bukanlah melarang pemakaian produk plastik, namun sampah plastik harus dikelola melalui daur ulang dengan fokus aplikasi pasal-pasal dalam UUPS.

Asrul juga melihat beberapa faktor kegagalan pemerintah dalam tata kelola sampah untuk mewujudkan penanganan limbah dengan baik, karena kurang melibatkan asosiasi hingga edukasi yang lemah. 

"Sikap Pemerintah dan Pemda yang one man show, tidak melibatkan asosiasi-asosiasi dengan benar, hanya formalitas saja. Jadi data pemerintah itu tidak pernah tepat, termasuk edukasi sangat lemah karena tidak melibatkan pelaku-pelaku industri secara profesional dalam edukasinya," ujar Asrul.

Menurut Asrul, jika kebijakan pelarangan penggunaan sampah plastik ini masih saja diterapkan, hal itu bukan cuma berdampak pada lesunya investasi pada usaha daur ulang plastik, tapi juga pada tenaga kerja, kelancaran usaha, distribusi, dan kerugian pada konsumen. Karena penjual atau pedagang "wajib" menyerahkan barang dagangannya kepada pembeli yang dilengkapi wadah atau kantong (sesuai amanat Pasal 612 KUHPerdata).

“Sementara kantong plastik merupakan wadah termurah dan massif bisa digunakan sebagai wadah belanjaan termasuk wadah sampah di masing-masing rumah,” katanya.

Pandangan Asrul ini sejalan dengan Komunitas Plastik Untuk Kebaikan yang hari minggu 10 November lalu melakukan aksi mengumpulkan sampah botol plastik di sepanjang jalan MH Thamrin selama Car Free Day. Dalam dua jam komunitas berhasil mengupulkan 6 kantong plastik besar berisi botol plastik yang kemudian disumbangkan Kepada Ibu Puji, pemulung yang beralamat di Jalan Jati Bunder. Sampah botol juga diberikan kepada  dua petugas kebersihan di Car Free Day. Ketiganya tampak bahagia karena mendapat botol-botol plastik bekas yang nantinya bisa dijual kembali.

“Kami ingin membantu pemerintah membudayakan masyarakat untuk memilih dan membuang sampah plastik, pada tempatnya karena sampah plastik, terutama botol memiliki nilai ekonomi. Plastik bukan untuk dimusuhi, tapi sampahnya yang harus dikelola agar tidak mencemari lingkungan,” ujar Eni Saeni koordinator komunitas di Jakarta.

Menurut Eni, untuk membuat masyarakat semangat mereka akan membeli sampah plastiknya dengan sembako murah dan mobil keliling ke kampung-kampung yang akan membeli sampah plastik dengan sembako. Dengan cara ini Eni berharap masyarakat sadar bahwa sampah plastik botol memiliki nilai ekonomi.

“Kami juga mengajak produsen yang menggunakan plastik sebagai kemasan bisa mendirikan lapak-lapak yang menerima sampah sachet, plastik kemasan minyak, mie dll. Jadi masyarakat semangat untuk mengumpulkannya,” ujar Eni lagi

Komunitas Plastik untuk Kebaikan didirikan oleh sekelompok pecinta lingkungan dari berbagai daerah di Jakarta. Anggotanya terdiri diri dari pelajar, mahasiswa, ibu rumah tangga dan pekerja. Komunitas ini bermarkas di Legoso Ciputat. Mulai akhir bulan Mobil Komunitas akan berkeliling membeli sampah plastik dengan sembako murah.

KEYWORD :

Kebijakan Pemerintah Pengamat Regulasi Persampahan Larangan Plastik




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :