Ketum Golkar, Airlangga Hartarto
Jakarta, Jurnas.com - Komposisi pimpinan komisi yang berasal dari Fraksi Partai Golkar DPR RI, seharusnya diatur proporsional dan memperhatikan keterwakilan wilayah. Hal ini sudah menjadi bagian dari pola yang dipakai Fraksi Partai Golkar DPR setiap periodenya. Namun dalam periode ini tampak jelas tidak proporsional.
Demikian disampaikan Pengurus Badan Kajian Strategis dan Intelijen (Bakastratel) DPP Partai Golkar, Mahadi Nasution, kepada wartawan, Jakarta, Senin (25/11).
Misalnya Komisi I dan Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Golkar berasal dari satu provinsi, Sumatera Utara, yaitu Meutia Hafidz dan Ahmad Dolly Kurnia. Dimana, keduanya memegang Ketua Komisi.
"Di sisi lain Ketua Fraksi Partai Golkar, Kahar Muzakir dan Wakil Ketua Komisi VII DPR, Alex Noerdin, keduanya berasal dari satu provinsi yaitu Sumatera Selatan. Hal ini cukup ironis mengingat Partai Golkar selalu memperhatikan representasi wilayah," kata Mahadi.
Menurutnya, belum lagi terjadi rangkap jabatan yaitu Adies Kadir yang merangkap menjadi Sekretaris Fraksi serta Wakil Ketua Komisi III DPR, termasuk Muhidin Said yang merangkap Bendahara Fraksi Partai Golkar DPR dan Wakil Ketua Banggar DPR RI.
"Ini hanya terjadi di zaman kepemimpinan Airlangga diperbolehkan rangkap jabatan, dimana pernah terjadi juga pada saat Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI dipegang oleh Melchias Mekeng sekaligus merangkap sebagai Ketua Komisi XI DPR," katanya.
"Hal ini jelas melanggar tradisi partai Golkar yang tidak memperbolehkan rangkap jabatan di dalam susunan fraksi yang ada. Dan menunjukkan bahwa Partai Golkar hari ini kekurangan figur terbaik dari setiap wilayah," tegasnya.
Seminar Hari Konstitusi, Ketua MPR Ungkap MPR Rekomendasikan Usulan Amandemen UUD NRI 1945
Di luar itu, kata Mahadi, ada enam pimpinan Komisi di DPR RI yang berasal dari Fraksi Partai Golkar, yang semuanya dari Ketua DPD Provinsi Partai Golkar yaitu Doly Kurnia (Ketua Komisi II), Dedi Mulyadi (Wakil Komisi IV), Ridwan Bae (Wakil Ketua Komisi V), Gde Sumarjaya Linggih (Wakil Ketua Komisi VI), Alex Noerdin (Wakil Ketua Komisi VII) dan Melky Lakalena (Wakil Ketua Komisi IX).
"Hal ini diduga untuk mengamankan posisi Airlangga sebagai Ketua Umum dalam Munas Partai Golkar dan mendorong upaya aklamasi dalam perhelatan Munas tersebut," kata Mahadi.
Kata Mahadi, semua ini merupakan cermin dari carut marutnya organisasi dan ketidakpahaman atas kepemimpinan Airlangga terhadap dinamika Partai Golkar, sehingga sudah seharusnya kepemimpinan ini dievaluasi total.
"Kalau dibiarkan terus seperti ini, maka Partai Golkar akan kehilangan kekuatan di wilayah-wilayah lain sebagai akibat tidak diperhatikannya sebaran yang proporsional tersebut," jelasnya.
"Ketidakseimbangan representasi wilayah dalam komposisi AKD, secara psiko-politik akan merusak stabilitas dukungan konstituen partai. Sungguh disesalkan, Partai Golkar seperti melangkah mundur secara permanen saat dipimpin Airlangga," demikian Mahadi.
KEYWORD :Ketum Golkar Bambang Soesatyo Airlangga Hartarto