Pengacara Bilal Rehman Fachrudin di kantornya. (Foto :Jurnas/Ist).
Jakarta, Jurnas.com- Masih soal vonis Majelis Hakim MA yang memutuskan aset First Travel dikembalikan ke negara, pengacara yang juga pemiliki brand BAFAR dan juga bintang film Bilal Rehman Fachrudin memiliki pandangan sendiri.
Saat berbincang di kantornya Law firm Bilal Rehman Fachrudin & Associates di kemayoran Jakarta Pusat, ia mempertanyakan dimana letak kesalahan keputusan Hakim atas kasus First Travel dalam sistem hukum di Indonesia? Ia mengatakan, hakim memutuskan perkara tersebut mengacu kepada Pasal 39 KUHP juncto Pasal 46 KUHAP, yang mengatakan barang-barang bukti tersebut dirampas untuk Negara.
"Ya pastinya dalam perkara ini secara aturan sudah benar, tetapi secara keadilan sangat miris karena uang tersebut bukan aset negara yang dirugikan. Tetapi masyarakatlah yang merugi akibat tertipu oleh perusahaan terdakwa," tegas Bilal Rehman, kemarin.
Dia menambahkan, titik lemah putusan tersebut ada pada sistem hukum negara kita. Karena, negara Indonesia menganut seystem hukum Civil Law (Eropa Kontinental). Yaitu sistem hukum yang berlaku di negara-negara bekas daerah jajahan Belanda. Oleh karenanya, Indonesia berdasar asas konkordansi berlakulah Civil Law.
Jaksa Agung Harus Bebas Kepentingan Politik
Di dalam sistem ini terdapat tiga ciri khas sistem hukum, yaitu hukum itu adalah yang dikofikasikan, hakim tidak terikat sistem preseden (doktrin stare decicis), dan hakim berpengaruh besar mengarahkan dan memutuskan perkara (inkuisitorial). Dalam sistem inilah, imbuh dia, hakim terikat undang-undang dalam memutuskan perkara yang ditanganinya. Hal ini berarti kepastian hukum hanya berupa bentuk dan sifatnya tertulis.
Kedudukan hakim sangatlah sentral, karena hakim memeriksa langsung materi kasus yang ditangani, menentukan bersalah dan tidaknya terdakwa atau pihak yang sedang berperkara, sekaligus menerapakan hukumannya.
"Untuk itu, maka tidak dikenal juri di dalam sistem ini," tegas Bilal.
Perkara First Travel, menurut dia, putusan Hakim di Mahkamah Agung diputus berdasarkan aturan Undang-Undang. Jika dicermati Hakimnya seperti sangat berhati-hati tidak mau membuat terobosan, "Ya mungkin takut menjadi preseden buruk untuk perkara-perkara lain," paparnya.
"Saya pribadi sebagai seorang praktisi hukum sangat sedih atas putusan tersebut, walau putusan yang ditetapkan oleh Majelis Hakim tentang aset First Travel tidak menyalahi, baik secara aturan maupun etik. Tetapi fungsi hukum dan pengadilan adalah Keadilan itu sendiri. Sudah pasti korban yang dirugikan dalam tersebut, " sambungnya.
Oleh karena itu sebaiknya dan seadilnya Hakim dalam memutus perkara aset First Travel, menurut Bilal Rehman, negara harus membuat Komisi Ganti Rugi, untuk mengurus aset aset First Travel agar kembali ke para jamaah yang sudah membayar dan tertipu.
KEYWORD :Bilal Rehman First Travel Putusan MA