Setidaknya 100 Kepala Keluarga (298 jiwa) warga Provinsi Jawa Timur hendak menjemput harapan di tanah transmigrasi Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara pada Rabu (27/11).
SURABAYA, Jurnas.com - Ada yang berbeda di Pelabuhan Tanjung Perak hari itu. Setidaknya 100 Kepala Keluarga (298 jiwa) warga Provinsi Jawa Timur hendak menjemput harapan di tanah transmigrasi Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara pada Rabu (27/11).
Dengan menggunakan kapal laut KM Sinabung, para transmigran akan menempuh perjalanan selama 5 hari menuju ke Tarakan, Kalimantan Utara.
Ada raut bahagia, cemas, dan semangat terpancar saat mereka mulai memasuki kapal laut. Satu sisi sedih karena harus berpisah dengan sanak saudara. Namun di sisi lain ada harapan untuk hidup lebih baik.
Jumiran (42) seorang transmigran asal Kabupaten Magetan, mengungkapkan harapannya mengikuti program transmigrasi. Bapak lulusan SMP dan memiliki satu anak ini sejak tahun 2004 bermatapencaharian sebagai tukang sayur keliling, tapi menurutnya tidak mencukupi untuk kehidupan di kampung, saingan banyak dan hasilnya kurang bagus.
Pada 2012 ia merantau ke Kalimantan untuk bekerja di perkebunan sawit. Namun, hanya setahun, dirinya masih belum membuahkan hasil yang maksimal dalam mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. Akhirnya Jumiranpun tergerak untuk mendaftar menjadi transmigran dan kembali kekampung halamannya di Magetan. Namun, tak disangka, sang istri belum bersedia. Padahal, dirinya sudah memberi keyakinan akan hidup sejahtera saat menjadi transmigran.
Pupus harapan keinginan menjadi transmigran, dirinya bekerja serabutan, menjadi buruh bangunan dan apa saja yang bisa dikerjakan. Selang 6 tahun berlalu, Jumiran kembali membujuk istrinya untuk mendaftar menjadi transmigran. Kali ini, sang istripun menyetujuinya.
“Alasan ikut transmigrasi ingin mengubah hidup, keluarga sejahtera untuk anak cucu. Selain itu mau mengembangkan masyarakat di Kalimantan biar rame di sana,” ujarnya saat ditemui saat acara pelepasan transmigran di Surabaya (27/11).
Jumiran sebelumnya sudah berangkat survei ke tempat tujuan transmigran di Lokasi Tanjung Buka SP.10 Kabupaten Bulungan dengan dinas Kab. Magetan untuk melihat lokasi. Menurut hasil pantauannya, tanahnya subur, rata, banyak air, enak untuk bertanam. Ia juga sempat mampir ke SP.3 melihat pertanian di sana, beragam tanaman sayuran dan buah-buahan. Melihat kondisi tersebut, Jumiran pun akan mengembangkan pertanian, terlebih ia dan rekan-rekannya sudah mendapat pelatihan pertanian dan peternakan dari dinas di Malang selama 8 hari.
“Nanti sesampainya kami di Bulungan, kami sudah dapat fasilitas tanah 2 hektar dan rumah, uang saku, dikasih bantuan multivator 3, solar sel 15 KK dari Magetan, kompor gas, alat pertanian, bibit sayuran, jadup 1,5 tahun. Pokoknya pemerintah sudah menyiapkan semuanya. Mimpi saya dari perjuangan transmigrasi, minta di sana itu diutamakan orang transmigrasi biar hidup makmur,” pungkasnya.
Kisah sukses menjadi transmigran dikisahkan oleh Agus Riyanto yang menjadi nominator transmigran teladan tahun 2019 yang berasal dari Trenggalek dan ditempatkan di Tanjung buka SP 6, tahun 2014 silam. Dengan sukses story yang disampaikan, diharapkan mampu memotivasi transmigran yang akan diberangkatkan.
Agus (36) menceritakan pengalamannya menjadi transmigran di UPT Tanjung Buka SP.6 Bulungan Kalimantan Utara pada tahun 2014. Sebelum memutuskan menjadi transmigran ia bekerja sebagai buruh serabutan dengan penghasilan tidak menentu, dan dari keluarga tidak mampu. Satu ketika, pamannya seorang transmigran datang dan menceritakan bahwa di Kalimantan Utara peluang menjadi orang sukses masih besar, lapangan pekerjaan masih luas, mendengar cerita tersebut, Agus kemudian mendaftar ke dinas transmigrasi Kabupaten Trenggalek. Melalui pelatihan-pelatihan dan seleksi akhirnya ia berangkat ke Bulungan pada 2014.
“Sampai di Kabupaten Bulungan yang saya bayangkan tidak sesuai kenyataan. Gambaran saya sudah siap tanam, tapi ternyata pembangunannya belum selesai, atap seng rumah belum selesai, kiri kanan semak kayu, akses rumah belum ada jembatan. Jangan putus asa, bahwa pemerintah pasti membantu, butuh proses waktu dan anggran itu pasti,” kisahnya dihadapan para calon transmigran.
Dengan tekad bulat ia berusaha bersabar dan memberikan pengarahan pada keluarganya. Kemudian ia mulai bekerja sampingan menjadi kuli angkut untuk bongkar muat jagung, disamping setiap bulan tetap menggarap lokasi lahan pertanian yang diberikan pemerintah. Setelah 6 bulan, lokasi satu hektar sudah bisa ditanami.
Ia menggarap lahan dengan menanam sayuran, padi, cabai dll. Gabah berkelimpahan, dijual ke pasar dari petani Rp 5ribu, jadi beras 10ribu. Pesannya kalau menanam sayuran jangan terlalu dalam kecuali padi, karena tanah di sana sudah subur, penghasilan 1,5-2 kuwintal cabe tiap minggu, seminggu menghasilkan Rp 2-3juta terangnya.
“Saya ingin membuka lahan pekerjaan untuk teman-teman lainnya. Agar lebih kerasan warga di sana, warga dari Jawa Timur kan hobi karawitan, campursari, kudalumping, tinggal gamelan yang belum kita punya. Terima kasih saya untuk pemerintah, kita bisa keluar dari kesusahan-kesusahan dengan ikut program transmigrasi ini,” ungkapnya.
Kisah sukses transmigran lainnya yakni Choirul Anwar dari Kabupaten Banyuwangi sebagai Juara III Transmigran Teladan 2019 yang ditempatkan di UPT Lapokamata Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi Tenggara, dengan pendapatan Rp 242.250.000,- per tahun,
Selain itu juga ada Fathur Aswan dari Kabupaten Situbondo sebagai Juara III Transmigran Teladan 2017 yang ditempatkan di UPT Anawua Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara, dengan pendapatan Rp 221.185.000,- per tahun,
Sukses terbesar yakni munaksan dari Pasuruan sebagai Juara I Transmigran Teladan 2016 yang ditempatkan di UPT Moppu Kabupaten Buol Provinsi Sulawesi Tengah, dengan pendapatan Rp 754.960.000,- per tahun.
KEYWORD :Kinerja Menteri Desa