Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES), Suroto
Jakarta, Jurnas.com - Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES), Suroto menilai Program PT Permodalan Nasional Madani (Persero) atau PNM pada Produk Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera (Mekaar) merupakan lagu lama.
"PT. PNM itu dibentuk sebetulnya bukan untuk tujuan penyaluran kredit bagi bisnis skala ritel. Lembaga ini didirikan bertujuan untuk menjadi akselerator bagi penyehatan industri keuangan," kata Suroto kepada Jurnas.com, Rabu (04/12/2019).
Menurutnya, Modal PNM awalnya berasal dari dana penyehatan perbankan waktu terkena krisis dan dilarang menyalurkan dan atau mengumpulkan dana dari masyarakat.
Hari Koperasi ke-77, Ketua MPR Dorong Koperasi Kembali Menjadi `Soko Guru` Perekonomian Nasional
"Produk Mekar yang dikembangkan PT. PNM itu selain menyalahi peraturan dibentuknya lembaga ini juga masuk dalam paradigma lama dalam model pengembangan lembaga keuangan mikro," urainya.
"Produk dan program yang dikembangkan itu juga tidak akan memberikan solusi jangka panjang untuk memerangi rentenir seperti yang digambar - gemborkan," sambungnya.
Paradigma micro finance baru itu, lanjut Suroto, bukan soal akses kredit lagi, tapi bagaimana orang-orang itu memiliki kendali atas kebijakan yang memungkinkan bagi setiap orang untuk turut menentukan skema seperti apa dan kendali atas uang tersebut ditangan pelaku usaha itu sendiri.
"Tidak akan lama lembaga ini akan sama seperti lembaga perbankkan biasa. Seperti halnya Lembaga Penyaluran Dana Bergulir ( LPDB) yang dikembangkan Kemenkop dan UKM. Dulu lembaga ini bunyinya juga untuk layani bisnis atau usaha mikro yang dianggap tidak bankable tapi feasible," ujar dia.
"Arsitektur kelembagaan keuangan mikro kita itu sangat semrawut. Sehingga tidak memiliki roadmap. Hanya glorifikasi disana sini tanpa design," sambung dia.
Menurutnya, apabila pemerintah ingin serius, bentuk saja lembaga agensi keuangan sosial yang fungsinya untuk koordinasikan program keuangan mikro seperti produk PNM tersebut, lalu konsolidasikan program KUR ( Kredit Usaha Rakyat) yang disalurkan lewat bank, dan juga lembaga semacam LPDB.
"Lembaga-lembaga itu bukan menjadi ritailer, tapi bekerja sebagai agensi untuk mendorong lembaga keuangan mikro demokratis yang ada di masyarakat seperti Koperasi Kredit misalnya," ujar dia.
Koperasi Kredit, kata Suroto, sudah riel, sebab, assetnya sudah 34 trilyun dan dimiliki oleh 3 juta masyarakat sendiri dan sudah ada 1000 kantor cabang di seluruh Indonesia.
"Fungsi pendidikan dan pemberdayaanya juga kongkrit. Tinggal dikerjasamakan dan dikoordinasikan," ujar dia.
Menurut dia, Paradigma akses kredit itu sudah kuno dan lagu lama. Sebab, Nilai tambah ekonomi masyarakat di bawah tidak benar-benar berubah.
"Contoh kongkrit yang kami lihat di lapangan soal program kredit bersubsidi pemerintah misalnya, menguap semua," ujar dia.
"Cara mengeceknya gampang, sudah berapa ratus trilyun uang yang diberikan pemerintah untuk akses kredit bagi usaha mikro, tapi keanyataanya tidak pernah menagalami perubahan," sambungnya.
Dari riset yang dilakukan AKSES, kata Suroto, daerah penetrasi tertinggi penerima KUR dan program pemerintah lainya seperti di Jawa, dan Sulawesi Selatan ternyata tidak banyak membantu.
"Mereka menguap dan nilai tambah ekonomistik dari bisnis mereka tidak ada ditangan mereka," ujarnya.
KEYWORD :PNM Mekaar Koperasi Suroto