Gedung Putih (Foto: Via IRNA)
Shanghai, Jurnas.com - Media resmi China mengecam Amerika Serikat (AS), setelah Dewan Perwakilan Rakyat AS mengeluarkan undang-undang terkait kebijakan Gedung Putih terhadap minoritas Muslim Uighur di China.
Dikatakan bahwa RUU tersebut dapat mempengaruhi kerja sama bilateral, termasuk kesepakatan jangka pendek untuk mengakhiri perang dagang kedua negara.
Sebuah editorial halaman depan surat kabar People`s Daily, yang dikuasai oleh Partai Komunis, menulis bahwa pengesahan RUU Uighur "menyembunyikan niat jahat dan sangat menyeramkan".
Sesekali Bentrok soal Batas Laut Cina Selatan, Tiongkok-Vietnam Menandatangani 14 Kesepakatan
"Meremehkan tekad dan kemauan rakyat China pasti akan gagal," tulis People`s Daily pada Kamis (5/12).
Dengan suara 407 berbanding 1, DPR AS pada Selasa lalu menyetujui RUU Uighur, yang mengharuskan pemerintahan Trump untuk memperkuat tanggapannya terhadap tindakan keras China di Xinjiang, sebuah wilayah di barat jauh China.
RUU itu masih harus disetujui oleh Senat yang dikendalikan oleh Partai Republik, sebelum dikirim ke Presiden AS Donald Trump, untuk ditandatangani sebagai undang-undang resmi.
Gedung Putih belum mengatakan apakah Trump akan menandatangani atau memveto RUU, yang berisi ketentuan yang memungkinkan presiden untuk melepaskan sanksi, jika ia menentukan bahwa itu untuk kepentingan nasional.
Para pakar dan aktivis PBB mengatakan, China telah menahan kemungkinan satu juta warga Uighur di kamp-kamp penahanan massal di Xinjiang.
China mengatakan kamp-kamp itu adalah bagian dari penumpasan anti-teror dan menyediakan pelatihan kejuruan. Pernyataan Beijing membantah ada perlakuan yang salah terhadap warga Uighur.
People`s Daily juga menyebut RUU itu menusuk China dari belakang, mengingat upaya Beijing untuk menstabilkan hubungan China-AS yang sudah bergolak.
Sementara Global Times edisi bahasa Inggris, sebuah tabloid nasionalis yang diterbitkan oleh People`s Daily, mengatakan China harus siap untuk "pertempuran jangka panjang dengan AS".
Editorial itu menggemakan komentar oleh juru bicara kementerian luar negeri China Hua Chunying, yang menyebut bahwa "setiap kata dan perbuatan salah memiliki harga yang harus dibayar".
KEYWORD :RUU Uighur China Amerika Serikat Xinjiang