Sekjen Seknas Jokowi Dedy Mawardi
Jakarta, Jurnas.com - Seknas Jokowi mendukung penuh komitmen pemerintahan Jokowi-KH Maruf Amin dalam menuntaskan penanganan kasus pelanggaran HAM berat.
Sekjen Seknas Jokowi Dedy Mawardi mengatakan, penanganan kasus pelanggaran HAM Berat pada periode pertama pemerintahan Jokowi memang nyaris tak ada, dan kalau pun ada jalannya sangat lambat.
"Nah di periode beliau yang kedua ini, kami mendukung komitmen tegas pemerintah menyelesaikan pelanggaran HAM berat. Ini yang kami dorong," ujar Dedy Mawardi dalam Diskusi Terbatas tentang Pelanggaran HAM Berat, merumuskan konsep penyelesaian pelanggaran HAM di kantor Seknas Jokowi, Jakarta, Jum’at (6/12/2019).
Diakusi itu mengundang sejumlah tokoh, diantaranya Anggota Watimpres dan Mantan Ketua MPR Sidano Danusubroto, kemudian Amiruddin (Komisioner Komnas HAM 2017-2022), Imam Azis (Staf Khusus Wapres dan Pendamping Korban) Ifdhal Kasim (Komisioner Komnas HAM 2007-2012), Nurkholis, Roichatul Aswidah, dan M Nurkhioron (Ketiganya Komisioner Komnas HAM 2012 -2017).
Ada juga A.H. Semendawai (Komisioner LPSK 2008-2018), Ammarsyah Purba (Ketua Umum KAPT), Wahyu Wugiman (Direktur Elsam), Koordinator KKPK, Boni Setiawan (pendamping korban), MMD Institut, Mugiyanto (Infid, korbun, dan pendamping korban), Warsilo (Dewan Pakar Seknas Jokowi).
"Kami bersama Kombas HAM telah berkomunikasi dengan Kementrian Hukum dan HAM, serta berdiskusi dengan para korban terkait bagaimana cara menyelesaikan pelanggaran HAM Berat masa lalu," jelas Dedy.
Ia menyebut ada dua konsep dalam penyelesaikan kasus pelanggaran HAM Berat. Yakni dengan cara yuridis di pengadilan, dan kedua dengan cara rekonsiliasi.
"Dalam konteks sekarang, kami sebetulnya mengusulkan rekonsiliasi dan melibatkan semua yang terkait. Seperti yang terjadi di Afrika Selatan, Australia dan negara lain yang memilih rekonsiliasi," jelasnya.
Bagi Dedy, rekonsiliasi itu sangat baik, karena semua pihak saling maaf-memaafkan. Kemudian negara bertanggung jawab terhadap proses rehabilitasinya.
"Jadi semua korban yang merasa dirugikan itu dilibatkan. Tidak hanya melibatkan satu atau dua pihak saja, tapi banyak pihak," terangnya.
Dedy juga mendorong, agar persoalan pelanggaran HAM berat bisa selesai tanpa menyisakan dendam, tak afa lagi saling hujat, ataupun saling menghukum.
"Inilah makanya menurut kami perlu dukungan semua pihak agar terjadi rekonsiliasi," tegasnya.
Sementara itu, Anggota Watimpres Sidarto Danusubroto menyambut baik diskusi yang digelar Seknas Jokowi, karena akan membantu komitmen menangani kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu.
"Diskursus ini sangat urgen dan sangat baik ya. Apalagi sekarang Komisi Kebenaran Rekonsiliasi (KKR) akan dibahas dan akan memberi masukan kepada pemerintah," ujarnya.
Sidarto yang juga Mantan Ketua MPR menuturkan, UU KKR pernah dibahas DPR pada 2014 namun dibatalkan MK. Kemudian pada periode kedua pemerintah Jokowi saat ini, ada niat kuat untuk mengajukan kembali Komisi Kebenaran Rekonsiliasi.
"Dulu 2014 kebetulan saya Ketua Pansus RUU KKR ya. Maka upaya pemerintah melahirkan kembali KKR ini adalah satu upaya yang bagus yang perlu disambut," jelas Sidarto.
Ia juga menilai diskusi di Seknas Jokowi ini memberi banyak masukan, karena menghadirkan tokoh penggiat, bahkan sebagian dari mereka adalah para korban. Dan apa yang dilakukan ini adalah untuk memberikan sharing naskah akademik.
"Sekarang kita tau ada komitmen yang kuat dari pemerintah. Bahkan dari Menko Polhukam sangat mendorong hal ini. Maka dialog yang melibatkan pakar dan para korban bisa membantu upaya rekonsiliasi," jelas Sidarto Danusubroto, Ketua MPR RI (2013–2014), Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (2015–sekarang).
Rekonsiliasi Pelanggaran HAM Berat Seknas Jokowi