Ilustrasi Air (foto: CGTN)
Jakarta, Jurnas.com - Setelah cukup alot dibahas di DPR, Rancangan Undang-Undang (RUU) Sumber Daya Air (SDA) akhirnya disahkan dalam Rapat Paripurna DPR September lalu.
Dengan pengesahan ini, UU SDA yang baru, yakni Undang-Undang Nomor 17 tahun 2019, telah menggantikan UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA) yang dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Keputusan MK nomor 85/PUU-XII/2013.
Dengan adanya UU SDA yang baru tentu dibutuhkan aturan pelaksanaan sebagai implementasi dari UU tersebut. Karena itu, sangat mendesak untuk segera membahas Peraturan Pemerintah (PP) SDA sebagai peraturan turunan dengan mengacu kepada UU SDA yang baru.
Fary Djemi Francis, yang pada saat pembahasan RUU SDA menjadi Ketua Komisi V DPR RI, menyatakan banyak sekali pertanyaan dan tekanan terhadap DPR tentang kapan RUU SDA akan segera diundangkan.
“Karena memang RUU SDA ini sudah sangat ditunggu masyarakat. Bahkan Presiden pun bertanya kepada kami tentang kapan target penyelesaian RUU SDA,” ujarnya.
"Karena itu, dengan telah diundangkannya RUU SDA menjadi UU SDA, gantian DPR yang meminta kepada pemerintah, dalam hal ini Kementerian PUPR, segera membuat PP yang mengacu pada UU SDA Nomor 17 tahun 2019," tambahnya.
Sebagaimana diketahui, bahwa jalan panjang RUU SDA disahkan menjadi UU SDA sangat panjang dan berliku. Ini berawal dari adanya keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan nomor 85/PUU-XI/2013, yang telah membatalkan keberadaan UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA).
Pasalnya, beleid itu dianggap belum menjamin pembatasan pengelolaan air oleh pihak swasta, sehingga dinilai bertentangan UUD 1945.
Dengan dibatalkan keberadaan UU SDA, MK menghidupkan kembali UU Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan untuk mencegah kekosongan hukum sampai adanya pembentukkan undang-undang baru. Karenanya, segala bentuk pengelolaan air tidak lagi berdasar pada UU SDA, tetapi kepada UU Pengairan.
Implikasi dari putusan MK ini, mengakibatkan Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Keputusan Presiden, dan Peraturan Menteri turunan UU SDA yang mengatur hal-hal berikut menjadi tidak berlaku sehingga mengakibatkan tidak memiliki dasar hukum.
Karena itu Kementerian PUPR mengambil sejumlah langkah-langkah kebijakan untuk mengantisipasi hal tersebut, terkait dengan pengelolaan SDA. Mengacu pada UU nomor 11/1974 tentang Pengairan beserta PP terkait dan UU nomor 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah diharapkan segera menyusun PP untuk mengakomodir kondisi kekinian.
Selain itu PUPR juga menyusun beberapa Peraturan Menteri (Permen) PUPR dengan menginduk kepada UU nomor 11/1974 tentang Pengairan beserta PPnya, dan UU nomor 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Namun disadari bahwa keberadaan UU Sumber Daya Air yang baru tetap mendesak untuk dibutuhkan. Karena itu, pada Juli 2018, DPR berinisiatif mengajukan draft Rancangan UU Sumber Daya Air. Pembahasan RUU SDA berjalan sangat alot, khususnya di tingkat Panitia Kerja (Panja) DPR Komisi V. Beberapa kali pembahasan sempat ditunda karena adanya perbedaan dalam menyikapi pasal-pasal dalam RUU SDA. Dan barulah pada September 2019, UU SDA berhasil disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI.
Sementara itu menanggapi desakan DPR agar pemerintah segera membuat PP SDA, Kementerian PUPR menyatakan siap untuk segera menyelesaikannya. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimulyono, menegaskan akan menyelesaikan PP SDA dalam waktu tidak terlalu lama. Pada saat rapat kerja pemerintah dengan Komisi V DPR RI Agustus lalu, Basuki menyebutkan pembahasan PP SDA bisa selesai pada tahun 2020.
“Kalau mengacu pada peraturan perundangan, penyelesaian PP dalam waktu dua tahun setelah UU disahkan. Tapi karena untuk penyelesaian PP SDA ini DPR meminta cepat, maka kami menargetkan lebih cepat dari dua tahun,” kata Basuki.
Ketika didesak apakah pada tahun 2020 PP tersebut sudah selesai, Basuki menyatakan sanggup menyelesaikan. “Bisa saja (selesai) tahun 2020,” katanya.
Optimisme ini, kata Basuki, dipermudah karena sudah adanya PP yang dimiliki sebelumnya terkait pengelolaan SDA. Yakni PP Nomor 121 tahun 2015 tentang Pengusahaan Sumber Daya Air dan PP Nomor 122 tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM).
“PP yang sudah ada sebelumnya, yakni PP nomor 121/2015 dan PP nomor 122/2015 sudah mengacu pada RUU SDA dan mengacu pada 6 prinsip putusan MK,” kata Basuki saat itu. “Jadi saya kira tidak akan terlalu banyak berbeda. Hanya memang, tetap harus disesuaikan dengan UU SDA yang baru nantinya,” tambahnya.
Pembahasan PP SDA sangat ditunggu publik mengingat masih adanya beberapa
isu krusial yang masih menjadi perdebatan. UU SDA Nomor 17 tahun 2019 terdiri dari 16 bab dan 79 pasal. Dari keseluruhan pasal tersebut, dinilai masih ada beberapa pasal kontroversial yang perlu diatur lebih rinci dalam aturan turunannya.
Diantaranya terkait soal perijinan pengusahaan air, akses rakyat atas air, partisipasi masyarakat, Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM), kewajiban membuka akses terhadap SDA, serta biaya jasa pengelolaan SDA (BJPSDA) yang berpotensi memberatkan dunia usaha.
Penegasan tentang akan dimulainya pembahasan PP SDA ini tentu akan sangat melegaskan masyarakat dan pelaku usaha yang sudah menunggu adanya aturan pelaksanaan dari UU SDA Nomor 17 tahun 2019.
Terkait pembahasan PP SDA, Wakil Ketua Umum PBNU, Dr. H. Maksum Macfoed, berharap pengaturan pengelolaan air dapat mempertimbangkan kemaslahatan umat.
"PBNU berpandangan pada kaidah fiqh bahwa tindakan/kebijakan pemerintah harus berdasar pada kemaslahatan rakyat atau tasharruf al-imam ‘ala ar-ra’iyyah manuthun bil-maslahah. Sehingga apapun yang diatur dalam PP sebaiknya mempertimbangkan kemasalahatan umat,” ujarnya.
Sejatinya, pembahasan PP SDA yang baru harus mengacu kepada 6 prinsip putusan MK. PP SDA tidak akan mengganggu, mengesampingkan, apalagi meniadakan hak rakyat atas air. Dan bahwa Negara harus memenuhi hak rakyat atas air. Pengertian rakyat tentulah rakyat dalam arti luas, sehingga semua pihak tanpa kecuali, seharusnya dilibatkan dan memiliki hak atas pengelolaan air tersebut.
KEYWORD :PP SDA Pengelolaan Air