Sabtu, 23/11/2024 04:42 WIB

Trump Bilang Tak Butuh Minyak Arab, Padahal Begini Faktanya

Presiden Donald Trump sesumbar bahwa Amerika Serikat (AS) tidak perlu lagi bergantung dengan Timur Tengah untuk urusan minyak.

Presiden AS Donald Trump (Foto: AFP)

Washington, Jurnas.com - Presiden Donald Trump sesumbar bahwa Amerika Serikat (AS) tidak perlu lagi bergantung dengan Timur Tengah untuk urusan minyak.

"Kami independen, dan kami tidak membutuhkan minyak Timur Tengah," kata Trump usai memberikan pernyataan soal serangan rudal Iran, pada Kamis (9/1) dini hari.

Dikutip dari CNN, AS memang saat ini menyandang predikat sebagai produsen minyak terkemuka dunia, di atas Arab Saudi dan Rusia.

Produksi minyak AS naik dua kali lipat sejak 2011 menjadi hampir 13 juta barel per hari. Dan AS juga memompa begitu banyak minyak, sehingga mampu mengekspor 3 juta barel per hari.

Produksi minyak serpih yang dimulai satu dekade lalu, dikatakan sebagai penyebab berkurangnya ketergantungan AS terhadap minyak Arab.

Hal itu pula menjadi alasan utama mengapa gangguan pasokan minyak baru-baru ini, tidak memiliki dampak dramatis pada perubahan harga minyak dunia.

Kendati demikian, Negeri Paman Sam tetap masih bergantung pada Timur Tengah, khususnya minyak dari sekutunya, Arab Saudi.

"Kami tidak terhalang. Minyak serpih bukan superman," kata Helima Croft, kepala strategi komoditas global di RBC Capital Markets.

Bagaimanapun, minyak adalah komoditas yang diperdagangkan secara global. Jika pasokan minyak di salah satu belahan Bumi terganggu atau terhambat, maka harga minyak di Bumi belahan lainnya akan meroket.

Masih ingat pada September tahun lalu, harga minyak mentah melonjak 15 persen, yang merupakan lonjakan terbesar dalam satu dekade, pasca serangan yang menghancurkan kilang minyak Saudi.

Trump merespons dengan berjanji akan menggunakan minyak dari Strategic Petroleum Reserve (SPR), cadangan minyak mentah darurat Amerika, untuk "menjaga pasar tetap terpasok dengan baik."

"Jika kita tidak membutuhkan minyak dari Timur Tengah, lalu mengapa presiden merasa perlu meyakinkan dunia, tepat sebelum pasar dibuka, bahwa kita siap menggunakan SPR?" kata McNally, mantan penasihat energi untuk Presiden George W. Bush.

Keberhasilan Saudi memulihkan produksi dengan cepat setelah serangan itu menyebabkan harga minyak kembali menurun tajam.

"Jika minyak Saudi tidak bertahan di pasar, kami akan memiliki apresiasi yang berbeda dari saling ketergantungan kami pada Timur Tengah," terang Croft, mantan analis CIA yang sekarang bersama RBC.

Selain masalah pasokan, AS bergantung pada minyak Arab untuk meningkatkan produksi minyak serpih. "Jika ada pemadaman listrik, produsen serpih tidak dapat menyalakan sakelar lampu," ungkap Croft.

Saat ini, hanya Saudi yang memiliki kapasitas cadangan yang diperlukan untuk dengan cepat merespons kekurangan AS.

Itu sebabnya Trump pernah memohon kepada Saudi pada 2018 lalu, untuk memompa lebih banyak minyak guna menggantikan jumlah barel yang sebelumnya disuplai oleh Iran.

KEYWORD :

Amerika Serikat Donald Trump Minyak Timur Tengah Arab




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :