Marlen Sitompul | Selasa, 14/01/2020 20:19 WIB
Rapat Dengar Pendapat Komite I DPD RI dengan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) membahas pelaksanaan UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN dan Program RB khususnya terkait rencana penyederhanaan Birokrasi, di Ruang Rapat Komite I Komplek Parlemen Senayan Jakarta, Senin (13/1).
Jakarta, Jurnas.com - Komite I DPD RI melihat bahwa penyederhaan birokrasi belum cukup efektif mengatasi persoalan ASN Indonesia, meskipun penyederhanaan birokrasi tersebut dalam rangka memperbaiki kinerja birokrasi dan menyederhanakan rantai birokrasi pada pemerintahan.
Hal tersebut terungkap pada Rapat Dengar Pendapat
Komite I DPD RI dengan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) membahas pelaksanaan UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN dan Program RB khususnya terkait rencana penyederhanaan Birokrasi, di Ruang Rapat Komite I Komplek Parlemen Senayan Jakarta, Senin, 13 Januari 2020.
Ketua Komite I Agustin Teras Narang mengungkapkan saat membuka rapat bahwa berbagai upaya dan kebijakan telah dilaksanakan Pemerintah dalam rangka mewujudkan ASN yang yang profesional, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
“Penyederhanaan birokrasi yang digaungkan pemerintah diharapkan mampu menyelenggarakan pelayanan publik yang baik, meski banyak kendala dalam pelaksanaannya.
Masih banyak kendala yang ditemui di daerah ketika kami reses, di antaranya adalah penerapan sistem merit dan netralitas ASN. Namun jika penyederhanaan jabatan struktural menjadi dua level (Eselon I dan Eselon II) sedangkan Eselon III dan IV diganti dengan jabatan fungsional, dan dengan itu mampu diwujudkan birokrasi yang dinamis dan efisien, maka akan kami dukung,” ucapnya.
Senada dengan hal itu, Wakil Ketua Komite I Abdul Kholik mengingatkan kepada KASN bahwa kebijakan penyederhanaan birokrasi bukanlah hal yang sederhana, perlu pengawasan yang kuat, mengingat hal yang akan diubah merupakan suatu tatanan yang telah lama menjadi bagian dalam tata kerja birokrasi di Indonesia.
“Banyak regulasi yang harus diubah dan diharmonisasi ulang yang apabila tidak tepat tentunya akan membawa dampak yang kurang baik dan kontra produktif terhadap kinerja pemerintah itu sendiri di kemudian hari, saya mau KASN dapat memberikan rekomendasi yang baik kepada pemerintah,” lanjutnya.
Ketua KASN Agus Pramusinto memaparkan bahwa tugas KASN untuk menjaga netralitas ASN, melakukan pengawasan atas pembinaan profesi ASN, dan melaporkan pengawasan dan evaluasi kebijakan manajemen ASN langsung kepada Presiden.
“Sedangkan fungsi KASN mengawasi pelaksanaan norma dasar, kode etik dan perilaku ASN juga mengawasi penerapan sistem merit dalam kebijakan dan manajemen ASN pada instansi pemerintah, selain itu wewenang KASN adalah mengawasi tahapan dan proses pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi, meminta informasi mengenai laporan pelanggaran kode etik dan perilaku pegawai ASN dan pemeriksaan terhadap laporan-laporan tersebut,” paparnya.
Menanggapai hal itu, Senator Papua Otopianus P. Tebai meminta KASN lebih proaktif dalam melaksanakan tugasnya dalam melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap pelaksanaan reformasi birokrasi.
“Saya minta KASN harus turun ke daerah-daerah dalam melakukan pengawasan, karena banyak sekali ASN yang kurang berkinerja baik, jangan hanya menunggu laporan dan aduan saja. Karena saat reses di empat kabupaten pedalaman, saya melihat sendiri para guru dan mantri honorer sangat rajin-rajin sedangkan yang memiliki NIP malah kurang berkinerja, harus ada tim dari KASN ke lapangan,” ujarnya.
Lain halnya, Senator Kalimantan Barat Maria Goretti menyoroti masalah netralitas ASN yang didengung-dengungkan akan sangat sulit dicapai karena punya hak pilih, berbeda dengan TNI/Polri yang tidak memiliki hak pilih.
“Saya melihat bahwa ASN harus netral, kata netral ini menjadi sumir, karena mereka berbeda dari TNI/Polri yang tidak memiliki hak pilih, jadi pasti akan memiliki pilihan politik. Apakah ke depan bisa disamakan dengan TNI/Polri karena menurut saya, petahana di manapun akan selalu diuntungkan kecuali hak pilih ASN dihilangkan,” ungkap Senator Kalimantan Barat tersebut.
Dalam catatan dan temuan DPD RI di lapangan, hal-hal tersebut di atas cukup menimbulkan persoalan signifikan. DPD RI yang merupakan representasi daerah juga berkepentingan untuk melaksanakan evaluasi isu-isu strategis terkait pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara tersebut, agar dapat berjalan sesuai dengan tujuan dari UU ASN itu sendiri.
“Dalam kerangka melaksanakan fungsi dan kewenangan DPD RI, maka
Komite I DPD RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat dengan Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara, ini untuk menyamakan persepsi dan menguatkan konsepsi awal terhadap isu-isu strategis terkait rencana penyederhanaan birokrasi yang dicanangkan oleh Pemerintah saat ini,” pungkas Abdul Kholik.
KEYWORD :
Warta DPD RI Komite I DPD