Tim Hukum PDIP
Jakarta, Jurnas.com - Tim Hukum DPP PDI Perjuangan meluruskan informasi terkait kasus dugaan suap Komisioner KPU Wahyu Setiawan yang ditangani oleh KPK RI.
Dalam hal ini, Tim Hukim PDIP mengatakan DPP PDIP tak pernah mengajukan pergantian antar waktu (PAW) terhadap Riezka dengan calon Harun Masiku.
"Yang benar adalah pengajuan penetapan calon terpilih, setelah wafatnya Caleg atas nama Nazaruddin Kiemas," ujar Koordinator Tim Pengacara DPP PDIP, Teguh Samudra dalam konferensi pers di Kantor DPP PDIP, di Jakarta, Rabu (25/1/2020) malam.
Ia menjelaskan, persoalan penetapan calon terpilih berdasarkan Permohonan Pelaksanaan Putusan Mahkamah Agung RI yang biasa dilakukan oleh partai politik adalah persoalan sederhana.
Bahwa pengajuan calon terpilih ke KPU itu sebagai bagian dari kedaulatan Parpol, yang pengaturannya telah diatur secara tegas dan rigid dalam peraturan perundang-undangan.
Ditegaskan, pengajuan penetapan calon terpilih yang dimohonkan kepada KPU oleh PDIP adalah berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI No.: 57P/HUM/2019. Tertanggal 19 Juli 2019 terhadap uji materi Peraturan KPU dan juga Fatwa Mahkamah Agung RI.
"Maka tidak ada pihak manapun baik Parpol atau KPU yang dapat menegosiasikan hukum positip dimaksud," ungkap Teguh.
Pada kesempatan sama, Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto merasa penting untuk meluruskan terminologi PAW yang berbeda dengan Pengajuan Penetapan Calon Terpilih, sehingga semua pihak tahu bahwa surat-surat yang diajukan partainya ke KPU adalah sebagai pemenuhan ketentuan legalitas terkait dengan perundang-undangan sebelum penetapan anggota legislatif terpilih.
"Dimana kursi itu adalah kursi milik partai. Maka kami telah menetapkan berdasarkan keputusan MA bahwa calon terpilih itu adalah Saudara Harun Masiku. Hanya saja ini tidak dijalankan oleh KPU," kata Hasto.
Teguh pun menjelaskan lebih jauh, setelah ada putusan MA terkait hasil judicial review Peraturan KPU yang mengabulkan permohonan PDIP, maka pimpinan partai meminta agar KPU mengabulkan permohonan agar lembaga penyelenggara pemilu itu melaksanakannya.
Yakni memasukkan suara yang diperoleh Alm. Nazaruddin Kiemas ke perolehan suara calon nomor urut 5, Harun Masiku. Dengan itu, seharusnya KPU menetapkan Harun sebagai peraih suara terbesar di dapil dimaksud.
Tapi KPU menafsirkan lain dan menyatakan tidak bisa demikian. Sehingga PDIP kembali meminta kepada MA untuk mengeluarkan fatwa tentang makna sebenarnya putusan itu secara hukum yuridis.
Dikeluarkanlah fatwa, dan oleh PDIP diminta lagi kepada KPU untuk melaksanakannya. Semuanya dalam konteks pengajuan penetapan calon terpilih, bukan PAW.
"Sudah dilandasi atau dikuatkan dengan fatwa, KPU lagi-lagi menolaknya, itu yang terjadi seperti itu," papar Teguh.
PAW KPU PDI Perjuangan