Marlen Sitompul | Selasa, 21/01/2020 14:25 WIB
Ketua Pansus Papua Filep Wamafma saat Rapat Dengar Pendapat Umum di Gedung DPD RI, Jakarta, Senin (20/1).
Jakarta, Jurnas.com - Panitia Khusus (Pansus) Papua DPD RI terus menggali permasalahan di Tanah Papua seperti hak ekonomi sosial, dan budaya. Pansus Papua juga memandang penting terhadap isu-isu strategis lain seperti Otonomi Khusus (Otsus).
“Kami memandang penting isu-isu strategis di Papua. Walaupun Pansus ini hanya mempunyai waktu yang singkat yaitu enam bulan saja, namun mudah-mudahan kita bisa menggali permasalahan-permasalahan di Papua,” ucap Ketua
Pansus Papua Filep Wamafma saat Rapat Dengar Pendapat Umum di Gedung DPD RI, Jakarta, Senin (20/1).
Filep mengatakan, pelaksanaan Otsus di Papua dan Papua Barat dimaksudkan sebagai respon pemerintah pusat atas permasalahan di Papua. Menurutnya hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan keadilan bagi masyarakat Papua.
“Seiring dengan pelaksanaanya, Otsus belum berhasil mewujudkan kesejahteraan dan keadilan bagi masyarakat Papua dan Papua Barat khususnya dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya,” jelasnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2019 yang menyebutkan bahwa Provinsi Papua sebagai provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Indonesia yaitu 27,53 persen. Sedangkan Papua Barat tercatat sebagai provinsi dengan tingkat kemiskinan yang masih diatas 20 persen, yaitu 22,17 persen.
“Tingginya angka kemiskinan di Papua dan Papua Barat belum mampu ditekan secara signifikan walau dana Otsus di tahun 2019 ini telah mencapai Rp. 5,85 Triliun,” kata senator asal Papua Barat itu.
Filep menjelaskan bahwa di sektor pendidikan, tenaga pengajar masih terbatas dan penyebarannya tidak merata. Bahkan, sarana dan prasarana pendidikan yang berkualitas untuk menjamin penyelenggaraan pendidikan yang baik dan sesuai standar pendidikan di Indonesia juga sangat diperlukan.
“Masih banyak sekolah di pedalaman Papua yang belum memiliki fasilitas gedung sekolah yang layak, dan tidak memiliki sarana penunjang proses belajar-mengajar,” tuturnya.
Selain itu, Anggota
Pansus Papua DPD RI Eni Sumarni menilai ada beberapa kepastian hukum yang tidak jelas di Papua yang menjadi permasalahan bersama. Tentunya,
Pansus Papua ini perlu inventarisir tingkat permasalahan hukum yang saat ini belum ada solusi.
“Hal itu mungkin berdampak pada sektor kesehatan, pendidikan dan perekonomian,” ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris Dewan Adat Papua Leonard Imbiri menilai bahwa pesimisme permasalahan Papua sangat kuat. Namun ia menaruh harapan pada generasi baru Papua di DPD RI yang memperjuangkan suara masyarakat Papua.
“Saya memiliki perasaan bahwa ada komitmen atau semangat untuk jalan keluar bagi penyelesaian di Papua,” tuturnya.
Leonard menilai masalah Otsus Papua bisa menyangkut aspek dasar yaitu memenuhi hak-hak dasar masyarakat Papua. Untuk itu, ia berharap DPD RI bisa menyentuh dan memahami Otsus Papua.
“Kami berharap DPD RI bisa menyentuh dan memahami Otsus Papua. Karena ini merupakan hak-hak dasar masyarakat Papua,” tuturnya.
Di kesempatan yang sama, Koordinator Jaringan Damai Papua Adriana Elisabeth menjelaskan bahwa strategi membangun Papua harus melihat grand design seperti akar masalah, indikator, dan rencana aksi yang terjadi di Papua.
“Pemerintah juga perlu melakukan secara simultan dan sinergitas pembangunan berbasis tujuh wilayah adat, SDM, infrastruktur, dan ekonomi lokal,” paparnya.
KEYWORD :
Warta DPD RI Komite II DPD RI Pansus Papua