Pernyataan Bersama FPI, GNPF U dan PA 212
Jakarta, Jurnas.com - Maraknya kasus megakorupsi yang merugikan negara dengan dugaan melibatkan lingkaran kekuasaan dinilai semakin menjadi. Diduga beberapa skandal megakorupsi ditengarai menjadi modus untuk pembiayaan politik.
Demikian disampaikan Front Pembela Islam (FPI), Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama, dan Persaudaraan Alumni (PA) 212 dalam pernyataan bersama.
Pernyatan bersama itu ditandatangani oleh Ketua FPI Ahmad Shobri Lubis, Ketua GNPF-U Yusuf Muhammad Martak dan Ketua PA 212 Slamet Ma’arif.
"Berdasarkan catatan kami, bahwa kasus kasus mega korupsi (kasus korupsi yang merugikan negara bernilai triliunan) dan kasus kasus korupsi yang (Diduga) melibatkan lingkaran dalam kekuasaan semakin menjadi jadi dan menggila bahkan ditengarai menjadi modus korupsi untuk pembiayaan politik," tulis pernyataan bersama itu dikutip Jumat, 24 Januari 2020.
Berikut bunyi pernyataan bersama PA 212, FPI dan GNPF-Ulama :
Assalamu`alaikum Wr. Wb.
Berdasarkan catatan kami, bahwa kasus kasus mega korupsi (kasus korupsi yang merugikan negara bernilai triliunan) dan kasus kasus korupsi yang melibatkan lingkaran dalam kekuasaan semakin menjadi jadi dan menggila bahkan ditengarai menjadi modus korupsi untuk pembiayaan politik.
Di antara kasus korupsi yang justru ditutup tutupi dan melibatkan inner circle, baik sebagai pelaku maupun sebagai aktor yang berperan membangun skenario untuk menutup nutupi kasus agar tidak terbongkar diantaranya:
1. Kasus yang menjerat Honggo selaku Direktur PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI). Kerugian Kasus Kondensat Capai Rp 35 Triliun. Kasus ini sengaja diambangkan dan disembunyikan dari kontrol publik. Hingga saat ini tidak jelas proses terhadap kasus ini karena diduga melibatkan petinggi aparat hukum yang melindungi Honggo sang Koruptor.
2. Kasus Jiwasraya yang melibatkan mantan petinggi Kepala Staf Presiden. Kerugian 13 T.
3. Kasus Asabri yang juga melibatkan pemangku kekuasaan dan merugikan negara lebih kurang 10T.
4. Kasus Korupsi yang melibatkan komisioner KPU dan Petinggi PDI Perjuangan.
Yang terkait erat dengan integritas penyelenggaraan Pemilu yang bersih, jujur dan adil.
Bahwa berdasarkan peristiwa peristiwa yang kami kutipkan diatas, maka;
Pertama, Kami melihat bahwa berbagai kasus Mega Korupsi tersebut merupakan sebuah modus dalam penyelenggaraan kekuasaan yang zhalim, licik dan rakus.
Kedua, Kami mendesak agar seluruh elemen masyarakat untuk melakukan perlawanan terhadap rezim korup, zhalim dan penipu.
Ketiga, Kami mendesak agar Dewan Pengawas KPK segera dibubarkan karena terbukti sudah menjadi penghambat dalam pemberantasan korupsi dan justru menghalang halangi penuntasan kasus korupsi sebagaimana yang terjadi dalam kasus komisioner KPU dan Sekjen PDI Perjuangan. Termasuk juga terhadap para pejabat yang menutup-nutupi keberadaan Harun Masiku.
Keempat, Kami memandang pimpinan KPK saat ini menempatkan posisinya dibawah ketiak penguasa dengan contoh menghadap ke Menteri Kemaritiman dan Investasi yang Tupoksi nya sama sekali tidak terkait dengan Tupoksi KPK. Seharusnya KPK datang ke Kementerian Kemaritiman dan Invetasi bukan karena dipanggil oleh sang penguasa, tapi dalam rangka penyelidikan dan penyidikan.
Kelima, Kami mendesak kasus korupsi kondensat untuk segera dituntaskan dan dila pemeriksaan terhadap pihak penguasa yang berperan dalam meloloskan Tersangka Honggo keluar negeri.
Keenam, Kami mendukung langkah Partai Oposisi untuk membentuk Pansus Jiwasraya gate dan Asabri gate, serta membongkar keterlibatan para pejabat di Kantor Sekretariat Presiden.
Ketujuh, Kami mendesak agar Yasona Laoly untuk segera meletakkan jabatan karena tidak pantas dan sangat memalukan seorang yang memegang jabatan Menteri tampil menjadi pembela dalam kasus mega korupsi.
Kedelapan, Kami mendesak agar para pejabat dan elit partai yang terlibat dalam berbagai kasus mega korupsi tersebut untuk segera mundur dan berhenti tampil sebagai tokoh publik, karena anda anda sudah tidak memiliki legitimasi moral untuk terus berkuasa. Hanya orang yang sudah tidak punya malu dan bermoral rendah serta cacat integritas yang masih terus bermuka badak untuk terus tampil menjadi pejabat publik maupun tokoh publik.
Kesembilan, Di Jepang negara yang sama sekali tidak menganut Pancasila sebagai ideologi yang diagung agungkan, pejabat pejabat yang terlibat atau bahkan hanya disebut namanya dalam suatu peristiwa Korupsi akan segera meletakkan jabatan dan bahkan harakiri karena sangat malu dengan perbuatan korupsi.
Kesepuluh, Sebagai negara yang menganut ideologi Pancasila dan anda anda sangat sering menuduh pihak lain anti Pancasila, maka kami nyatakan perbuatan korupsi anda tersebut adalah sangat bertentangan dengan Pancasila dan bahkan menginjak-injak Pancasila dengan menjadikannya sebagai alat pemukul lawan politik dan membungkus perlaku koruptif yang anda lakukan.
Demikian pernyataan bersama ini kami buat.
Wassalamualikum Wr. Wb.
Jiwasraya Dewas KPK FPI