Ilustrasi sampah plastik (foto:UPI)
Jakarta, Jurnas.com - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tengah merampungkan aturan berupa "Peta Jalan (Road Map) Pengurangan Sampah Plastik Oleh Produsen. Dalam draf final rancangan Peraturan Menteri LHK itu disebutkan pelaku usaha akan diwajibkan mengurangi produksi sampah plastik minimal 30 persen dalam 10 tahun mendatang, yang menjadi tanggung jawab perusahaan atau Extended Producer Responsibilty (EPR).
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai peraturan itu perlu dikaji kembali. Pasalnya, untuk menerbitkan peraturan terkait EPR pelaku usaha itu diperlukan riset langsung ke lapangan untuk benchmark-nya. “Harusnya perlu diriset dulu jenis-jenis plastik apa saja yang ada di lapangan, yang paling mencemari itu apa saja jenisnya. Kami melihat KLHK belum melakukan penelitian itu sebelumnya,” ujar Peneliti YLKI, Nataliya Kurniawati.
Selain itu, untuk menerapkan roadmap itu harus ada kajian mendalam terlebih dulu. Dan kajian itu harus dilakukan terus menerus, dan tidak hanya oleh KLHK saja tapi juga lintas sektor seperti sektor keuangan, industri, dan sektor konsumen.
Komunitas Malu Dong Sebut Penelitian Sungai Watch Tak Selesaikan Persoalan Sampah Plastik di Bali
Nataliya juga melihat dalam draf peraturan itu belum dijelaskan bagaimana nantinya kontrol atau monitoring dan evaluasi dari pemerintah terhadap para pelaku usaha. Tidak hanya itu, mekanismenya bagaimana seharusnya juga harus dijelaskan dalam peraturan itu. Begitu juga dengan data perusahaan mana saja yang harus melakukannya, itu juga harus jelas dalam peraturan tersebut. “Harusnya didaftar dulu pelaku usahanya dan berapa persen yang sudah melakukan EPR dan kontribusinya terhadap pengurangan sampah itu seberapa besar. Karenanya, saya masih menyangsikan keberhasilan peraturan itu nantinya,” ucapnya.
Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan yang juga Direktur Eksekutif Green Indonesia Foundation, H Asrul Hoesein, bahkan melihat peraturan mengenai "Peta Jalan (Road Map) Pengurangan Sampah Plastik Oleh Produsen itu menunjukkan bahwa KLHK semakin ngawur dan panik. “Seharusnya KLHK kembali pelajari dan aplikasi solusi yang pernah saya berikan Di PLSB3 KLHK awal tahun 2017 atas permintaan KLHK sendiri pada saya. Seharusnya KLHK menerbitkan road map sampah secara total bukan hanya plastik semata yang jumlahnya minus 20 persen,” ujarnya.
Dia melihat permasalahan sampah plastik ini bermula dari dorongan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang dari dulu ingin menutup borok kebijakannya yang sangat keliru atas Kantong Plastik Berbayar (KPB) sejak 21 Februari 2016.
Beberapa bulan kemudian karena adanya protes masyarakat, KPB diganti nama menjadi Kantong Plastik Tidak Gratis (KPTG) dan KPB-KPTG telah dilaksanakan penjualan kantong plastik sejak tahun 2016 sampai sekarang di ritel dan pasar modern lainnya. “Akhirnya merebaklah isu plastik yang berkepanjangan sampai sekarang,” ucapnya.
Atas dasar isu plastik ini pulalah menurut Asrul muncul berbagai gerakan populis seremoni dari lintas kementerian lembaga (K/L) sampai dengan kegiatan peduli lingkungan di masyarakat yang tidak terstruktur atau tidak terpola dengan sebuah sistem yang berbasis regulasi.
Sementara Wakil Ketua Bidang Kebijakan Publik dan Hubungan Antarlembaga Gabungan Pengusaha Makanan & Minuman Indonesia (GAPPMI), Rachmat Hidayat, menilai rancangan peraturan itu jelas-jelas tidak sesuai dengan Undang-Undang No.18/2008 tentang Pengelolaan Sampah. Menurutnya, beleid tersebut belum mengakomodasi amanat UU Pengelolaan Sampah dan juga aturan turunannya. Aturan turunan UU itu adalah Peraturan Pemerintah No. 81/2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
“Regulasi itu hanya berfokus pada kewajiban produsen terhadap pengurangan dan pengelolaan sampah. Padahal, upaya pengelolaan sampah menjadi tanggung jawab seluruh pemangku kepentingan, di mana baik pemerintah pusat dan daerah maupun pelaku usaha atau produsen, serta masyarakat hingga orang per orang memikul tanggung jawab yang setara dalam hal pengurangan dan pengelolaan sampah,” katanya.
KEYWORD :
Sampah Plastik Peraturan Menteri LHK Lembaga YLKI