Pakar Intelijen Stanislaus R
Jakarta, Jurnas.com - Keputusan pemerintah untuk tidak memulangkan foreign terrorist fighter (FTF) dan simpatisan ISIS ke Indonesia mendapat apresiasi.
Saat ini pemerintah menyebutkan bahwa terdapat 689 orang anggota ISIS dari Indonesia yang berada di pengungsian dan tahanan di sekitar Suriah dan Turki. Presiden Joko Widodo secara tegas memberi predikat mereka sebagai anggota ISIS eks WNI.
Sebelumnya wacana terkait penanganan 689 orang anggota ISIS eks WNI tersebut menguat, mayoritas suara masyarakat adalah menolak anggota ISIS tersebut dibawa ke tanah air.
Sebagian pihak dengan perspektif HAM dan kemanusiaan membela anggota ISIS tersebut untuk dipulangkan ke Indonesia.
Setelah perdebatan dan perang opini terjadi cukup masif akhirnya keputusan pemerintah adalah menolak anggota ISIS eks WNI dipulangkan ke Indonesia.
Stanislaus Riyanta, analis intelijen dan terorisme mengatakan, meskipun pemerintah sudah memutuskan bahwa anggota ISIS eks WNI tidak akan dipulangkan dengan pertimbangan keamanan, namun demikian data detail dari 689 orang tersebut harus dimiliki oleh pemerintah.
Kata Stanislaus, implikasi dari menolak anggota ISIS eks WNI tersebut pulang ke Indonesia salah satunya adalah mereka akan menjadi urusan pihak lain, termasuk pihak internasional.
"Jika sudah menjadi urusan internasional maka asal negara dari anggota ISIS eks WNI tersebut pasti akan dilibatkan dalam penanganan dan pengawasan," ujar Stanislaus.
Jika tidak bisa kembali menjadi WNI, jelas Stanislaus, maka anggota ISIS eks WNI ini tidak mempuyai kewarganegaraan.
Baginya, status ini sangat rentan, walaupun itu merupakan konsekuensi pilihan mereka karena telah meninggalkan tanah air dan bergabung dengan ISIS.
"Mereka tetap harus diwaspadai karena bisa saja secara ilegal masuk ke Indonesia," ungkapnya.
Bagi Stanislaus, pemerintah harus memantau anggota ISIS eks WNI untuk menghindari ancaman. Jangan sampai ada pihak-pihak lain yang memanfaatkan situasi ini untuk mengganggu stabilitas keamanan dengan mengirim anggota ISIS eks WNI ke Indonesia dengan tujuan tertentu namun berujung pada mengirim sumber ancaman ke Indonesia.
"Selain itu potensi adanya aksi balas dendam yang dilakukan oleh kelompok radikal sangat mungkin terjadi," kata Stanislaus mengulas.
Ia juga menyebut kelompok radikal tersebut kemungkinan akan sakit hati dan kecewa kepada pemerintah karena teman, keluarga atau bagian dari kelompoknya yang Timur Tengah tidak difasilitasi untuk kembali ke Indonesia.
Apapun risiko yang terjadi, Stanislaus menegaskan keputusan pemerintah untuk mengutamakan keselamatan 260 juta lebih warganya dari aksi radikalisme dan terorisme harus dihormati dan didukung.
Meski begitu, ia meminta implikasi dan risiko dari keputusan tersebut juga harus diwaspadai, terutama adanya masuknya ISIS eks WNI secara ilegal ke Indonesia dan adanya potensi aksi balas dendam dari kelompok tertentu sebagai sikap solidaritas sesama ISIS.
"Ketegasan pemerintah untuk menolak kembalinya anggota ISIS eks WNI diharapkan menjadi peringatan bagi kelompok radikal, bahwa pemerintah Indonesia punya sikap tegas. Tentu saja pertentangan akan terjadi termasuk jika dihadapkan perspektif kemanusiaan dan HAM," tuntas Stanislaus Riyanta, Analis Intelijen dan Terorisme.
Kombatan ISIS Balas Dendam