Pasar Induk Wonosobo (ilustrasi)
Jakarta, Jurnas.com - Kejaksaan Agung didesak menerjunkan tim investigasi dan menindaklanjuti dugaan korupsi proyek renovasi pasar Induk Wonosobo.
Pasalnya, proyek yang sekarang sedang dikerjaan pemenang kedua PT Delima Agung Utama tahun anggaran 2019/2020 menelan biaya sebesar Rp139 miliar. Padahal, saat pemenang lelang PT Tirta Dhea Addonnics Pratama hanya sebesar Rp114 miliar.
"Patut diduga ada mark-up anggaran sebesar Rp25 miliar yang mengalir ke pejabat setempat. Jadi, sudah terang benderang ada potensi korupsi yang melibatkan pejabat setempat,” ujar kuasa hukum PT Tirta Dhea Addonnics Pratama, Rusmin Effendy, SH, MH kepada wartawan di Jakarta, Minggu (23/2/2020).
Menurut Rusmin, kliennya PT Tirta Dhea adalah pemenang lelang proyek renovasi pasar induk Wonosobo dengan penawaran terendah sebesar Rp114 miliar, kemudian diputus kontrak secara sepihak oleh PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) dan diberikan sanksi daftar hitam atau blacklist tanpa alasan yang jelas.
"Alasan pemutusan kontrak dilakukan secara sepihak oleh PPK gara-gara tidak mau memberikan fee 10 persen. Jadi jelas bukan karena ketidakmampuan mengerjakan proyek, apalagi pihak PPK selaku penanggung jawab tidak bersedia mengeluarkan uang muka (down payment) yang merupakan kewajiban pihak pemberi kerja sesuai ketentuan Perpes No.16/2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah,” papar Rusmin.
Selain di putus kontrak secara sepihak, ia juga menyebut, kliennya diberikan sanksi daftar hitam atau blacklist yang sudah kadaluarsa, kemudian mengajukan gugatan hukum ke PTUN Semarang.
"Alhamdulillah dalam amar putusan/penetapan majelis hakim PTUN Semarang No.46/G/2019/PTUN.SMG tertanggal 2 Desember 2019 lalu, gugatan PT Tirta Dhea selaku penggugat dikabulkan majelis hakim," ungkap Rusmin.
Kata Rusmin, sanksi daftar hitam yang diterbitkan Kepala Dinas Perdagangan, Koperasi dan UKM Wonosobo Agus Suryatin telah melanggar Peraturan LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) No. 17 Tahun 2018 tentang Sanksi Daftar Hitam yang telah lewat batas waktu selama 5 hari atau kadaluarsa.
"Jadi tidak usah berdalih mengajukan banding dan mengulur-ulur waktu,” tegasnya.
Rusmin berharap, proses banding yang sedang ditangani pengadilan tinggi PTUN Surabaya harus bersikap obyektif dan mempelajari putusan PTUN Semarang dengan seadil-adilnya bahwa sanksi daftar hitam yang diberikan sudah kadaluarsa. “Kalau sampai pihak tergugat dikabulkan berarti pengadilan tinggi PTUN Surabaya masuk angin. Saya akan laporkan kasus ini di Bawas MA maupun KY," ucap Rusmin.
Lapor ke Ombudsman
Selain itu, pada 14 Februari lalu pihaknya sudah melayangkan surat ke Ombudsman untuk memeriksa proyek renovasi pasar induk wonosobo.
"Sebagai Lembaga Negara Pengawasan Penyelenggaraan Pelayanan Publik, Ombudsman harus menerjunkan tim investigasi tentang dugaan korupsi yang melibatkan pejabat setempat," ujar Rusmin.
Ia menyebut ada mark-up anggaran dari semula Rp114 miliar membengkak menjadi Rp139 miliar anggaran APBD. Apalagi pemenang kedua yang sedang mengerjakan proyek pasar harus dihentikan karena cacat hukum dan terjadi banyak keanehan.
"Termasuk dugaan bagi-bagi fee kepada pejabat setempat," ujarnya.
Selain melaporkan kasus tersebut ke Ombudsman, lanjut Rusmin, pihaknya sudah melaporkan persoalan ini ke instansi pemerintah lainnya seperti LKPP, Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA) serta Jampidsus Kejagung.
"Saya sengaja membongkar kasus ini agar aparat penegak hukum turun tangan dan menghentikan proyek pembangunan pasar induk yang sedang berjalan dan dikerjakan pemenang kedua PT Delima Agung Utama yang cacat hukum," kata Rusnin.
Gugatan di PTUN saja menang, kata Rusmin secara otomatis pengerjaan proyek yang sedang berjalan cacat hukum dan harus dihentikan.
Selanjutnya, tegas dia, sekarang bagimana mencari aliran dana dan bagi-bagi fee yang mengalir ke pejabat setempat.
"Kan aneh belum satu tahun anggaran proyek pasar induk sudah di mark-up dan pasti ada unsur korupsinya," tegasnya.
Menurut Rusmin, amar putusan PTUN Semarang menetapkan; “Memerintahkan kepada Tergugat untuk menunda pelaksanaan Surat Keputusan Kepada Dinas Perdagangan, Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, Kabupaten Wonosobo selaku Pengguna Anggaran Nomor. 050/154.1/Disdakopukm/1019 tentang Penetapan Sanksi Daftar Hitam, tanggal 8 Mei 2019 sampai dengan adanya putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) kecuali ada penetapan lain di kemudian hari.”
“Saya sudah dua kali melayangkan somasi (teguran) kepada tergugat (Kepala Dinas Perdagangan, Koperasi dan UKM), pihak PPK dan Bupati Wonosobo untuk mencabut sanksi blacklist tanpa harus menunggu proses hukum lanjutan.
Proses banding yang diajukan hanya bersifat akal-akalan dari orang yang tidak bermoral dan bermental koruptor. Artinya melakukan pembangkangan hukum dan melawan perintah pengadilan," katanya.
Selain itu, dalam surat penjelasan LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) No.14184/D.2.1/12/2019 tertanggal 23 Desember 2019 dalam poin (3) menyebutkan;
“Berkenaan dengan butir-butir diatas agar Saudara menyampaikan kepada Penguna Anggaran (PA) Dinas Perdagangan, Koperasi dan UKM Kabupaten Wonosobo untuk melakukan penurunan Daftar Hitam dalam Daftar Hitam Nasional."
"Karena itu, Kepala Dinas sebaiknya bersikap kooperatif, jika tidak dikatagorikan melakukan pembangkangan hukum dan perintah pengadilan yang dilakukan seorang pejabat ASN,” tegas dia.
Rusmin menjelaskan, saat ini sidang gugatan perdata (PMH) sedang berjalan PN Wonosobo dan sudah masuk tahap pembuktian.
"Saya berharap majelis hakim PN Wonosobo bersikap obyektif dan seadil-adilnya mengadili kasus ini. Mereka sudah panik menutupi kebobrokan dan kesalahan mereka sendiri. Tidak usah khawatir, siapa yang memulai harus mengakhiri. Anggap saja proyek pasar induk Wonosobo ini sebagai “kuburan” buat para koruptor uang negara," tuntas Rusmin.
Pasar Induk Wonosobo Korupsi Mark Up