Sabtu, 23/11/2024 06:50 WIB

Jadi Polemik, Pakar : Pemerintah Tak Perlu Gengsi Tarik RUU Cipta Kerja dari DPR

Unjuk rasa penolakan RUU Omnibuslaw (Internet)

Jakarta, Jurnas.com - Rancangan undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja menuai polemik diberbagai kalangan. Oleh karena itu, pemerintah sebagai pihak yang menginisiasi RUU Cipta Kerja harus bijak dalam merespon.

Demikian disampaikan Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara, Ferdian Andi di Jakarta, Jumat (06/03/2020).

"Sejumlah persoalan substansial, yang belakangan pemerintah menyebut typo atau salah ketik, semestinya segera diperbaiki. (Sebab) RUU Cipta Kerja ini merupakan etalase wajah hukum pemerintahan Jokowi," kata Ferdian.

Peneliti Pusat Kajian Kebijakan Publik dan Hukum (Puskapkum) ini menjelaskan, sejak satu bulan penyerahan draft RUU Cipta Kerja dari pemerintah ke DPR. RUU tersebut telah memunculkan reaksi dari berbagai elemen masyarakat baik kalangan akademisi dan sejumlah stakeholder.

Oleh karena itu, semestinya respons dan reaksi dari publik ini dapat menjadi masukan penting bagi pemerintah sebagai inisiator RUU Cipta Kerja ini.

Masih kata Ferdian, Pemerintah juga harus memastikan secara substansial RUU Cipta Kerja ini tidak keluar dari semangat reformasi dan demokrasi yang telah diperjuangkan bersama-sama pada 21 tahun silam. Jadi, RUU Cipta Kerja seharusnya  justru menguatkan bangunan reformasi dan demokrasi.

Lantaran RUU itu sudah jauh melenceng dari semangat agenda Reformasi dan demokrasi, Ferdian pun menyarankan, sebaiknya pemerintah segera melakukan penarikan RUU Cipta Kerja dari DPR untuk perbaikan materi yang krusial dan yang dinilai menabrak sejumlah prinsip-prinsip dasar dalam bernegara.

"Pemerintah tak perlu gengsi untuk menarik draft RUU Cipta Kerja tersebut. Pemerintah juga tidak akan kehilangan muka jika menarik draft RUU Cipta Kerja ini," katanya.

"Setidaknya, penarikan RUU Cipta Kerja ini sebagai upaya mencegah kerusakan yang akan muncul dari RUU ini. Mencegah kerusakan harus lebih diutamakan oleh pemerintah ketimbang mendorong kemanfaatan yang diharapkan dari RUU Cipta Kerja ini," sambungnya.

Pada kesempatan ini, Ferdian menjelaskan, dalam Pasal 70 ayat (1) UU No 15 Tahun 2019 tentang Perubahan UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan disebutkan  bahwa RUU dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama oleh DPR dan Presiden.

"Surat Presiden mengenai RUU Cipta Kerja ini hingga masa sidang kemarin belum dibacakan dalam rapat paripurna. Secara normatif, draft RUU Cipta Kerja ini dapat ditarik oleh Presiden dari DPR," ujar dia.

Selainjutnya, tambah Ferdian, dalam Pasal 9 ayat (1) Peraturan DPR No 3 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penarikan RUU disebutkan bahwa RUU yang telah diajukan Presiden kepada DPR sebelum memasuki pembahasan pada pembicaraan tingkat I dapat dilakukan penarikan.

"Mekanisme penarikan RUU, di Pasal 9 ayat (3) Peraturan DPR No 3 Tahun 2012 disebutkan harus disampaikan oleh Presiden secara tertulis kepada Pimpinan DPR dengan disertai penjelasan alasan penarikan dan dibubuhi tandatangan Presiden. Penarikan RUU dari Presiden tersebut diumumkan oleh Pimpinan DPR dalam rapat paripurna DPR," katanya.

Setelah RUU Cipta Kerja ditarik dari DPR, pemerintah harus sungguh-sungguh untuk melakukan perbaikan terhadap sejumlah substansi yang dianggap menabrak prinsip reformasi dan demokrasi.

Konsolidasi di internal pemerintah harus segera dilakukan dalam penyusunan draf RUU Kerja ini. Termasuk, pemerintah agar menginisiasi perubahan UU No 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagai dasar hukum dalam penyusunan RUU yang berkarakter Omnibus law.

"Setidaknya dengan langkah ini, dari sisi prosedur penyusunan perundang-undangan yang berkarakter Omnibus law secara pasti memiliki landasan hukumnya," katanya

KEYWORD :

RUU Omnibuslaw DPR Presiden Fedian Andi




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :