Pemerintah rumuskan strategi pelarangan kantong plastik untuk mewujudkan pengurangan sampah 2025 (Foto: Ilustrasi)
Jakarta, Jurnas.com - Pengamat persampahan, Sri Bebassari, menilai Peta Jalan Pengurangan Sampah Plastik Oleh Produsen yang diterbitkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) harus didukung oleh semua stakeholder. Dukungan itu termasuk dari 32 kementerian dan lembaga yang mendapat mandat untuk membuat kebijakan terkait pengelolaan sampah, sebagaimana diatur dalam Perpres 97 tahun 2017 tentang Jakstranas.
Tapi persoalannya, kata Sri, koordinasi antar kementerian terkait penanganan sampah masih sangat kurang. "Baru KLHK dan kementerian PUPR yang terlihat ada program. Padahal semestinya seluruh 32 kementerian dan lembaga ikut terlibat dan peduli terhadap masalah sampah, karena persoalan sampah sudah menjadi persoalan darurat nasional.
Sri menegaskan, seharusnya Peta Jalan Pengurangan Sampah Plastik Oleh Produsen ini ditindaklanjuti oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dengan membuat Peraturan Menteri (Permen) yang khusus mengatur tentang kewajiban produsen membuat program penanganan sampah after consumption (paska konsumsi).
"Ini seharusnya menjadi tugas Kemenperin atau BKPM, pada saat memberi ijin produksi kepada produsen, mereka harus menuntut dari produsen program kerja pengelolaan sampah dari produk dan kemasan produknya," kata Sri. "Kalau produsen tidak bisa memberikan proposal program itu seharusnya ijin tidak diberikan. Inilah yang menurut saya sudah salah sejak awal karena ijin produksi diberikan tanpa dibarengi kewajiban produsen untuk menangani sampah paska konsumsinya," tambah ketua InSwa ini.
Namun Sri menegaskan, sebenarnya tidak terlambat juga bila ketentuan ini akan diberlakukan sekarang. "Bisa langsung dimulai dengan melakukan koordinasi antara Kemenperin, Kemendag, dan BKPM dalam proses pemberian ijin baru kepada produsen, untuk meminta lebih dulu program tanggung jawab produsen dalam penanganan sampah paska konsumsinya," tegas Sri.
"Jadi ijin produksi diperketat melalui program penanganan sampah paska konsumsi ini. Kan sama seperti bikin pabrik, harus ada ijin Amdalnya. Begitu juga kalau mau berproduksi harus ada syarat bagaimana penanganan sampah produknya atau sampah kemasan produknya," tambahnya.
Sebagaimana diketahui, KLHK telah menerbitkan Peta Jalan Pengurangan Sampah Plastik Oleh Produsen, yang tertuang dalam Peraturan Menteri LHK Nomor P.75/MenLHK/Setjen/Kum.1/10/2019. Isinya mendorong produsen untuk mengurangi sampah dengan capaian target 30 persen dibandingkan jumlah timbulan sampah pada 2029.
Direktur Pengelolaan Sampah KLHK, Novrizal Tahar mengatakan kebijakan tersebut menjadi kewajiban untuk produsen agar mengurangi sampah selama 10 tahun kedepan. Upaya pengurangan, kata Novrizal, bisa dilakukan dalam bentuk daur ulang, guna ulang, take back, dan bermacam pilihan sesuai yang ada di peraturan.
Tanggung jawab penanganan sampah oleh produsen itu, kata Sri harus meliputi 4 hal, yaitu pemilahan, pengumpulan, pengangkutan dan pengolahan. Produsen harus sudah memikirkan apa yang akan mereka lakukan terhadap keempat hal ini sebelum mulai berproduksi.
Sri mencontohkan penanganan sampah galon air mineral yang sudah dikelola baik, dimana produsen mengumpulkan botol-botol galon yg sudah dipakai lalu diangkut kembali ke pabrik untuk diisi ulang lagi, dan kemudian akan didistribusikan lagi.
Untuk penanganan sampah kemasan botol atau gelas air mineral, kata Sri, bisa dengan program daur ulang. Sedangkan untuk sampah sachet, bisa dengan program daur ulang, atau mengganti kemasan dengan plastik yang mudah terurai atau biodegradable.
"Apapun program yang dibuat tetap dengan mempertimbangkan 4 hal tadi, yaitu ada proses pemilahan, pengumpulan, angkut dan pengolahannya," tegas Sri.
Ia menambahkan, bila kewajiban program penanganan sampah paska konsumsi itu sudah ada, produsen harus taat dengan membuat proposal program yang dipersyaratkan. "Karena sesuai pasal 15 UU no 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah sudah disebutkan kalau produsen wajib mengelola kemasan dan atau barang yang diproduksinya, yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam," tambah Sri.
Ia juga menyarankan perlunya diberlakukan sanksi dan reward sekaligus untuk mendorong tanggung jawab yang lebih besar dari produsen dalam menangani sampah paska konsumsinya.
KEYWORD :
Penanganan Sampah Ijin Produksi