Jum'at, 27/12/2024 03:07 WIB

Rita Pontoh ke Rumah Sakit Berobat, Bukan Pemeriksaan Covid-19

Rita merasa bingung, shock dan tidak paham seberapa bahaya PDP sampai tidak boleh bertemu keluarga

Petugas Bandara Soekarno-Hatta memindai virus corona dengan thermal gun.

Jakarta, Jurnas.com - Setelah menyadari video mengenai penelantaran sebagai Pasien Dalam Pengawasan (PDP) Virus Corona (Covid-19) di Rumah Sakit Mitra Keluarga Viral, kemudian ditanggapi miring oleh RS Mitra Keluarga Melalui Siaran Pers Tertanggal 17 Maret 2020, Rita Pontoh, berusaha menjawab terkait hal itu.

“Saya sebagai pembuat video dan pasien menyampaikan kronologis klarifikasi detil tentang kejadian yang utuh,” ucap Rita.

Rita memaparkan, kronologis untuk menghilangkan fitnah, rumor ataupun anggapan mencari sensasi.

“Saya siap mempertanggung jawabkan secara penuh, sadar dan tanpa tekanan pihak manapun,” ucap Rita.

Cerita ini bermula dari kepergiannya ke Eropa selama 30 hari sejak 11 Februari 2020. Negara yang Ia singgahi diantaranya adalah Italia sebelum di Lockdown.  Kemudian ia tiba di tanah air tanggal 10 Maret 2020. Di Bandara Soekarno Hatta Cengkareng Ia jalani Screening.

Meski , sedang batuk dan sedikit demam, namun Rita dinyatakan Sehat kemudian mendapat kartu kuning. Namun, besoknya Ia tidak bisa tidur dan batuk terus.

“Saya istirahat di rumah, tidak bisa tidur batuk dan dada panas ( Saya pikit jetlag perbedaan waktu saja),” ucap Rita.

Namun Tanggal 12 Maret 2020, Ia menuju Kantor Imigrasi untuk memperpanjang Pasport. Selama di Imigrasi dan perjalanan Ia merasakan batuk berulang-ulang. Menyadari ada wabah Corona, Keluarganya menyarankan untuk memeriksakan diri ke rumah Sakit. Rita mengatakan, meski ingin karantina sendiri tetap membutuhkan obat.

Siangnya Rita mendatangi Rumah Sakit Mitra Keluarga Bekasi. Tiba di RS Mitra Bekasi sekitar pukul 11.15 WIB dan menanyakan Dokter yang ahrus didatangi jika batuk. Rumah sakit menyarankan Dokter umum, namun karena antriannya panjang Ia memilih Internis, agar mendapat penanganan yang lebih cepat.

Singkatnya, bertemu dokter Internis, Ia menyampaikan keluhannya dadanya panas dan batuk tidak berdahak. Kemudian Ia menceritakan semua perjalanannya ke Eropa terutama Italia.

“Ada asisten Beliau melakukan tensi dan suhu tubuh Saya 37,2 derajat. Beliau bilang “Ibu agak demam dan agak sesak sepertinya”, “Sejak kapan?” tanya Beliau? Saya sampaikan sejak tanggal 5 Maret 2020 dan Saya masih di Belanda, jadi belum ke dokter, hanya minum obat demam. Jawab Saya seperti itu,” ucapnya.

Rita kemudian menceritakan dengan detail perjalanannya ke Eropa terutama ke Italia.

Dokter internis menyatakan Rita Masuk dalam “kategori PDP”. Dokter memerintahkan dirinya menaikkan posisi maskernya harus benar pakainya.

“Dan selanjutnya Beliau minta izin untuk menelpon kolega Beliau. Selesai telepon, Saya diajak Beliau ke sebuah ruangan seperti IGD tapi dipisahkan dan disuruh tunggu,” ucapnya.

Sekitar 10 menit Ia menunggu, datang seorang dokter wanita (sayangnya rita tidak bertanya namanya). Dokter wanita yang baru datang itu bilang bahwa Rita harus tes SWAB.

Rita berusaha bertanya apoa itu tes SWAB?. Dokter itu menjelaskan dengan baik. Tes itu adalah proses pengambilan sample Cairan dari tenggerokan.

“Saya bertanya apakah tes itu tidak bisa di lakukan disini?,” ucapnya.

Dokter itu mengatakan “tidak bisa bu!”, disebutkanlah empat rumah sakit rujukan.

Kemudian Rita menyanggupi untuk menuju ke RS rujukan tersebut. Namun saat Rita bertanya tentang Surat Pengantar atau rujukan?. Dokter itu mengatakan tidak perlu Surat pengantar.

"Ibu langsung datang dan sampaikan kartu kuning yang dari bandara ini, nanti mereka paham,” kata Rita secara menirukan sang dokter RS Mitra Keluarga itu.

Selanjutnya kata Rita, dirinya berdialog dengan dokter itu terkiat interakis dirinya dengan keluarga di Jakarta.

Rita secara jujur menjawab, dirinya sudah bertemu Suami tapi belum bertemu dengan anak-anaknya. Dokter itu mengatakan seharusnya Rita tidak berinteraksi dengan suami dulu dengan keluarganya.

Lalu Dokter RS Mitra keluarga meminta dia untuk segera menuju ke RS rujukan.

Namun ia meminta izin untuk mengambil mobil ke rumah dan pakaian ganti di rumah dahulu. Dokter melarang dia untuk pulang dulu, namun mempersilahkan Rita naik angkutan Online.

Selanjutnya, karena Rita merasa bingung, shock dan tidak paham seberapa bahaya PDP sampai tidak boleh bertemu keluarga. Maka iIa duduk di lobby menunggu gerimis reda dan bikin video tersebut.

Menurutnya, kalau seorang masuk kategori PDP dan berbahaya berkeliaran tapi diperbolehkan naik taksi. Tapi tidak boleh bertemu keluarga atau ganti kendaraan pulang ke rumah.

Rita pun pertanyakan protokol penanganan PDP yang dinilai cukup manusiawi. Rita terkejut setelah konfirmasi dengan sejumlah kolega jika screening Bandara dan kartu kuning yang dibawa justru membuat dirinya dalam posisi sulit.

Rita secara tegas menyatakan jika dirinya ke Rumah Sakit untuk berobat batuk dan bukan jalani pemeriksaan dugaan Virus Corona (Covid-19). Status PDP diberikan oleh Rumah Sakit.

Rita pun meminta Pemerintah untuk lakukan screening dan Rapid Test Covid-19 untuk masyarakat yang sukarela akui telah berkunjung ke negara yang disebut terjangkit Virus Corona tanpa dipersulit dan protokol yang jelas.

"Tolong jangan sudutkan orang yang baru datang dari negara yang terkena wabah itu dan sukarela diperiksa SWAB. Mohon, jangan Playing God," kata Rita.

KEYWORD :

Virus Corona Rita Pontoh Rumah Sakit




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :