Fethullah Gulen (Foto: Moslem today)
Jakarta, Jurnas.com – Organisasi Hak Asasi Manusia (HRW) dunia mendesak pemerintah Turki untuk membebaskan tahanan politik, yang dipenjara karena mendukung ulama Fethullah Gulen.
Menurut HRW, langkah ini penting untuk mencegah terjadinya pandemi massal virus corona baru (Covid-19) di penjara, terhadap mereka yang tidak bersalah dan ditahan karena berbeda pandangan politik.
Selama ini, HRW mengamati peradilan di Turki di bawah kepemimpinan Recep Tayyip Erdogan telah memenjarakan banyak warganya karena dinilai simpatisan Gulen.
Ciro Immobille Resmi Pindah ke Besiktas
Mereka di antaranya, para aktivis, ibu-ibu hamil dan ada yang memiliki anak-anak masih balita, jurnalis yang kritis, dan sejumlah aktivis.
"Kondisi penjara Turki yang sangat padat, mendorong pemerintah untuk mempercepat rencana dalam rancangan undang-undang (RUU) yang akan dirapatkan di parlemen pada minggu ini. Hal ini dikarenakan mengingat risiko penyebaran virus corona yang sangat besar bagi mereka yang berkumpul di satu tempat," demikian bunyi pernyataan Human Right Watch (HRW) di lamannya pada Minggu (29/3).
Langkah Pemerintah Turki yang hendak membebaskan tahanan untuk mencegah penularan virus corona disambut baik, terutama oleh kalangan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM).
Dalam RUU yang diusulkan oleh pemerintah, akan ada 100.000 tahanan yang dibantu keringanan hukuman, dari total populasi penjara di Turki yang hampir berjumlah 300.000 tahanan.
Namun yang dikritisi oleh organisasi Hak Asasi Manusia (HAM), keringanan tersebut tidak berlaku bagi ribuan tahanan yang diadili atau dihukum karena pelanggaran terorisme atau kejahatan terhadap negara.
"Terorisme mungkin terdengar masuk akal untuk tidak diberikan keringanan hukuman, tetapi di Turki, pemerintah menyalahgunakan tuduhan untuk tujuan politik," tegas dia.
Banyak narapidana ditempatkan dalam penahanan pra-peradilan yang panjang atau dihukum tanpa bukti bahwa mereka melakukan tindakan kekerasan, menghasut, atau memberkan bantuan kepada kelompok bersenjata terlarang.
Di antara mereka ialah seorang jurnalis yaitu Ahmet Altan. Ada pula dari kalangan politisi, yakni Selahattin Demirtas dan Figen Yuksekdag, dan pembela HAM Osman Kavala.
Terdapat ribuan pegawai negeri sipil yang juga dipecat dan merasakan nasib yang sama, karena memiliki hubungan dengan gerakan Fethullah Gulen.
HRW telah bekerja selama bertahun-tahun dalam penyalahgunaan hukum terorisme di Turki, termasuk bagaimana pengadilan mendefinisikan penggunaan hak untuk berkumpul sebagai pelanggaran terorisme, lalu bagaimana media, politisi, dan pengacara menjadi sasaran.
RUU pembebasan bersyarat itu menyarankan agar narapidana yang telah menjalani setidaknya setengah dari hukuman mereka, dapat dibebaskan lebih awal dan mencakup berbagai ketentuan seperti memungkinkan wanita hamil dan narapina berusia diatas 60 tahun untuk dilepaskan sebagai tahanan rumah atau dengan pembebasan bersyarat.
Semua upaya untuk mengurangi populasi penjara saat ini disambut baik, tetapi tindakan seperti itu tidak dapat menjadi alat untuk menargetkan tahanan politik.
HRW menilai, Parlemen Turki harus menolak pengecualian diskriminatif dari napi terorisme dan napi yang sakit yang telah mengajukan penundaan hukuman.
"Seharusnya memastikan bahwa keputusan tentang pembebasan awal semua tahanan adalah tidak diskriminatif, dengan mempertimbangkan kewajiban untuk melindungi kesehatan mereka, terutama risiko karena usia atau kondisi medis yang mendasarinya. Tujuannya berdasarkan risiko yang dapat ditimbulkan oleh tahanan," ujar dia.
Di laman media sosial, mayoritas rakyat Turki mendukung agar semua tahanan politik dibebaskan. Hastagh #zamandaraliyoraciltahliye yaitu waktu semakin mepet agar segera dibebaskan semua, menjadi trending topik di Twitter Turki.
Mereka meminta pemerintah Erdogan agar membebaskan mereka yang selama ini dinilai berseberangan, demi alasan kemanusiaan dan kesehatan, mencegah pandemi massal virus corona.
Jika sampai terjadi penularan massal di penjara yang penuh sesak dengan tahanan politik, yang terjadi adalah tragedi kemanusiaan.
KEYWORD :Turki Recep Tayyip Erdogan Fethullah Gulen Covid-19