Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra
Jakarta, Jurnas.com - Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra menilai, langkah aparat kepolisian memeriksa telepon seluler milik sumber pesan hasutan kerusuhan dan penjarahan adalah hal yang wajar, asal tetap dengan aturan yang berlaku.
"Berdasar hasil pelacakan aparat penegak hukum, untuk sementara diketahui bahwa pesan yang berisi hasutan itu berasal dari nomor HP tertentu dan terdaftar atas nama orang tertentu. Katakanlah misalnya hasutan untuk melakukan makar dan kerusuhan disebar ke publik dan setelah dicek itu berasal dari HP yang terdaftar atas nama saya. Maka langkah pertama yang harus dilakukan polisi adalah secepatnya melakukan penyelidikan," kata Yusril Ihza Mahendra kepada Jurnas.com, Minggu (26/04/2020).
"Dalam konteks penyelidikan itu, polisi berwenang untuk memanggil saya guna dimintai keterangan lebih dahulu. Jika polisi sudah punya bukti pendahuluan, bisa saja polisi memanggil saya sebagai saksi lebih dulu untuk didengar keterangannya," imbuh Yusril.
Masih kata Yusril, Pemanggilan itu pun harus tetap menggunakan surat.
Menurutnya, jika pihak yang dipanggil itu tidak datang setelah beberapa panggilan. Polisi pun bisa memanggil paksa, namun tetap dibekali dengan surat penangkapan.
Gagal Tumbuhkan Jenggot, 280 Anggota Pasukan Keamanan Dipecat oleh Kementerian Moral Taliban
"Kalau saya tidak datang-datang setelah dipanggil dengan cara yang patut, polisi bisa memanggil paksa dengan dibekali surat penangkapan. Kalau saya ngeyel, polisi wajib menunjukkan surat perintah penangkapan kepada saya. Jadi prosedur itu harus kita pahami dan wajib dilaksanakan oleh polisi sebagai penegak hukum," ujar dia.
Namun prosedur di atas terkadang kalah cepat dengan waktu.
Pesan berantai berisi hasutan melakukan kerusuhan misalnya akan dilaksanakan tiga hari lagi. Pesan itu sudah meluas dan meresahkan. Kalau polisi mengikuti prosedur normal melalui pemanggilan melalui surat dan sebagainya. maka waktuny tentu tidak cukup lagi.
"Sementara kalau dibiarkan pesan itu terus beredar dan pelakunya juga bebas berkeliaran, maka bagaimana kalau nanti ternyata bahwa kerusuhan benar-benar terjadi?" Tanya dia.
"Polisi juga yang disalahkan publik mengapa tidak bertindak cepat dan antisipatif untuk nencegah? Polisi memang dilematis," imbuh Yusril.
Karena itu, andai kasus itu menimpa pada dirinya, pesan berisi hasutan menyebar dan hasil analisis polisi bahwa pesan itu berasal dari HP yang terdaftar atas nama dia. Yusril pun menanggap hal itu sangat wajar.
"Saya anggap wajar saja jika polisi mencari saya. Kalau saya merasa tidak bersalah, sebagai warganegara yang baik, saya koperatif saja dengan aparat penegak hukum. Saya bisa jelaskan bahwa saya tidak pernah menulis pesan berantai yang bersifat menghasut itu. Saya serahkan HP saya, dan minta polisi selidiki karena saya berkeyakinan seseorang telah meretas HP saya," katanya.
Unit cybercrime Mabes Polri, lanjut Ketua Umum PBB itu juga akan segera dapat mengetahui bahwa HP diriny itu apakah benar-benar diretas atau tidak.
"Kalau memang ternyata diretas, maka polisi bisa mempersilahkan saya pulang. Bagus juga jika saat itu polisi dan saya mengadakan konfrensi pers dan memberitahu publik bahwa pesan yang berisi hasutan itu bukan dari saya, dan HP saya terbukti diretas. Polisi juga sekaligus mengingatkan publik agar jangan terpengaruh dengan pesan yang berisi hasutan itu," katanya.
Yusril berpendapat, penegakan hukum harus fair, jujur dan adil. Warganegara harus menghormati kewenangan polisi sebagai penegak hukum. Sementara, Polisi juga wajib menghormati setiap warga negara, meskipun polisi berdasarkan nalurinya curiga terhadap seseorang.
"Kalau hukum ditegakkan dengan cara yang benar dan warganegara juga menghormati proses penegakan hukum, maka Insya Allah, akan selamatlah negara kita di tengah krisis yang terjadi akibat pandemi Covid 19 ini," ujar dia.
Diketahui, sebelumnya, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus membenarkan telah menangkap aktivis sekaligus peneliti kebijakan publik, Ravio Patra.
Ravio ditangkap Direktorat Kriminal Umum Polda Metro Jaya atas tuduhan menyiarkan berita onar.
"Memang saya membenarkan tadi malam dari Krimum Polda Metro Jaya mengamankan seserorang insial RPA," kata Yusri dalam rilisnya di Polda Metro Jaya, Kamis (23/4/2020).
Yusri mengatakan, Ravio Putra ditangkap di Jalan Gelora, Menteng Jakarta Pusat pada Rabu 22 April 2020 malam. Saat ini, yang bersangkutan sedang diperiksa di Direktorat Kriminal Umum Polda Metro Jaya.
"Kita tunggu saja hasil pemeriksaannya karena ini diduga menyebarkan berita onar," ujar Yusri
Yusril Ravio polisi