Menkumham, Yasonna Laoly
Jakarta, Jurnas.com - Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly tidak gentar dengan gugatan terhadap kebijakan pelepasan narapidana melalui program asimilasi dan integrasi dalam upaya pencegahan penyebaran Covid-19 di lembaga pemasyarakatan, rumah tahanan negara, dan lembaga pembinaan khusus anak (LPKA).
Yasonna mempersilakan masyarakat mengajukan gugatan, jika merasa dirugikan dengan kebijakan tersebut. Sebab, Indonesia adalah negara hukum.
"Bila ada yang menggugat kebijakan pembebasan warga binaan pemasyarakatan atau narapidana dan anak melalui program asimilasi dan integrasi karena mencegah pandemi Covid-19 di lapas, rutan, dan LPKA lewat jalur hukum, silakan saja," kata Yasonna, dalam keterangannya kepada wartawan, Senin (27/4).
Yasonna menyampaikan, Kementerian Hukum dan HAM akan patuh terhadap prosedur hukum yang berlaku. "Saya akan mengikuti sesuai prosedur hukum pihak yang menggugat kebijakan dikeluarkan tersebut," katanya.
Seperti diketahui Yayasan Mega Bintang Indonesia 1997, Perkumpulan Masyarakat Anti Ketidakadilan Independen, Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia menggugat kebijakan pembebasan napi lewat program asimilasi dan integrasi. Selaku tergugat ialah kepala Rutan Surakarta, kepala Kanwil Kemenkumham Jateng, dan Menkumham.
Ketua Umum Yayasan Mega Bintang Indonesia 1997 Boyamin Saiman mengatakan bahwa gugatan itu sudah didaftarkan di PN Surakarta, Kamis (23/4).
“Telah dilakukan gugatan perdata terkait kontroversi kebijakan pelepasan napi (asimilasi oleh Menkumham) di mana para napi yang telah dilepas sebagian melakukan kejahatan lagi dan menimbulkan keresahan pada saat pandemi corona,” kata Boyamin, Minggu (26/4).
Ia mengatakan untuk mengembalikan rasa aman maka pihaknya menggugat Menkumham Yasonna agar menarik kembali napi asimilasi dan dilakukan seleksi serta psikotes secara ketat bila hendak melakukan kebijakan tersebut.
Boyamin menjelaskan napi asimilasi yang dilepas harus memenuhi syarat, yakni berkelakuan baik berdasar tidak ada catatan pernah melanggar selama dalam lapas (register F), dan membuat surat pernyataan tidak akan melakukan kejahatan lagi.
Menurut Boyamin, materi gugatan ini ialah para tergugat salah hanya menerapkan syarat tersebut secara sederhana, tanpa meneliti secara mendalam watak napi dengan psikotes sehingga hasilnya napi berbuat jahat lagi.
"Jadi, yang dipersalahkan adalah teledor, tidak hati-hati dan melanggar prinsip pembinaan pada saat memutuskan napi mendapat asimilasi," ungkapnya.
KEYWORD :Perangi Virus Corona Komisi III DPR Menkumham Yasonna Laoly