Sabtu, 23/11/2024 04:32 WIB

Komisi IV DPR Minta Tingkatkan Jumlah dan Akurasi Anggaran Pangan

Anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin meminta pemerintah merevisi anggaran Kementerian Pertanian dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk menjaga stabilisasi sektor Pangan.

Anggota Komisi IV DPR, Andi Akmal Pasluddin

Jakarta, Jurnas.com - Anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin meminta pemerintah merevisi anggaran Kementerian Pertanian dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk menjaga stabilisasi sektor Pangan.

Menurutnya, sektor pangan adalah sektor penting untuk setiap keadaan selain energi, air dan kesehatan. Khusus pada kondisi pandemi covid-19, Sektor pangan sejajar prioritasnya dengan sektor kesehatan. Namun yang terjadi, Sektor kesehatan bertambah anggarannya, sedangkan anggaran sektor pangan dikurang secara drastis.

"Perlu ada langkah lanjutan, agar pemerintah merevisi anggaran sektor pangan ini, agar negara kita tetap stabil.  Kita tidak melihat saat ini, tapi bagaimana prediksi kedepan dengan pengelolaan anggaran seperti ini bisa baik menjalankan pemerintahan di sektor pangan ini," seru Akmal dalam keterangan persnya, Rabu (6/5).

Legislator asal Sulawesi Selatan II ini mengatakan, berkaitan dengan peringatan dari organisasi pangan dunia (FAO) terhadap krisis pangan dunia, memang secara cadangan nasional harusnya cukup. Jaminan Kementerian Pertanian jadi pegangan seluruh rakyat Indonesia.

"Ini harusnya menjadi kebijakan lanjutan, untuk menutup defisit pangan di beberapa provinsi. Impor bukan solusi. Tapi dipenuhi dari provinsi-provinsi yang surplus," tandasnya.

Akmal menambahkan, sebelum UU Cipta Kerja muncul dalam pembahasan, ketersediaan pangan itu berasal dari pemenuhan produksi dalam negeri. Itu saja banyak sekali terjadi Impor di mana-mana.

Sebagai contoh, berdasar data BPS 2019, impor beras dari Vietnam mengalami kenaikan dari tahun 2017 sebesar 16.599,9 ton menjadi 767.180,9 ton diikuti jumlah impor dari Thailand 108.944,8 ton (2017) menjadi 795.600,1 ton (2018).

"Alasan ketergantungan beras impor pada saat itu karena stok kurang. Padahal pemerintah, dalam hal ini Kementan, selalu mengatakan ada surplus. Jadi kemungkinan besar adalah karena ada keuntungan dalam perdagangan luar negeri yang dinikmati oleh segelintir orang," ujar politisi Fraksi PKS itu.

Kini, lanjutnya, pada Omnibus Law yang masih dalam proses, ketersediaan pangan selain dalam negeri, juga dapat disediakan dalam bentuk impor.

"Negara kita akan semakin tidak jelas kedepannya berkaitan dengan identitas sebagai negara agraris bila impor pangan terus menjadi kebiasaan. Apalagi bila sampai Omnibus Law disahkan, dan pasal tentang impor pangan ini menjadi legal sebagai ketersediaan pangan," kata Akmal mengkritisi.

Ia menyatakan, Kementerian Pertanian selalu berkutat pada persoalan harga dan penyerapan. Dikatakannya, tugas Kementan bukan hanya melulu mengurusi harga dan penyerapan petani. Urusan harga dan penyerapan itu  sejatinya berada di tangan Bulog dan Kementeria Perdagangan.

"Saya sangat menyangkan, setiap ada masalah harga dan penyerapan petani selalu  Kementan disalahkan. Padahal urusan penyerapan adalah urusannya Bulog dan urusan harga adalah urusannya Kemendag," paparnya.

Oleh karena itu, dengan sisa anggaran yang telah dipotong, Akmal berharap Kementan tetap fokus mengurusi produksi dalam negeri agar bisa terus memperlihatkan peningkatan yang signifikan. Langkah ini perlu dilakukan agar dana yang tersedia tetap menunjukkan hasil positif.

Ia menambahkan, kerjasama dengan kementerian dan lembaga terkait juga perlu mendapat perhatian khusus agar proses pembangunan berjalan secara baik. Komunikasi harus lancar agar menimbulakn solusi bagi permasalahan yang dihadapi.

"Jangan sampai masyarakat terbebani. Jadi  hal penting lainnya adalah sinegri antar kementerian dan lembaga  agar bisa menjadi kunci bagi pembangunan pangan yang lebih baik lagi. Kita berharap ada solusi di setiap masalah," tutupnya.

KEYWORD :

Warta DPR Komisi IV DPR Pertanian




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :