Sabtu, 23/11/2024 16:01 WIB

YLKI dan Greenpeace Sesalkan Peluncuran Produk Air Kemasan Galon Sekali Pakai

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan Greenpeace menyayangkan keluarnya produk air kemasan berbentuk galon sekali

Produksi air kemasan galon sekali pakai ini dianggap YLKI dan Greenpeace Indonesia akan semakin menambah lagi masalah lingkungan yang disebabkan oleh sampah plastik sekali pakai atau single use di masyarakat.

Jakarta, Jurnas.com - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan Greenpeace menyayangkan keluarnya produk air kemasan berbentuk galon sekali. Setelah merk Cleo, kink Le Minerale juga memproduksi air minum kemasan galon sekali pakai.

Produksi air kemasan galon sekali pakai ini dianggap YLKI dan Greenpeace Indonesia akan semakin menambah lagi masalah lingkungan yang disebabkan oleh sampah plastik sekali pakai atau single use di masyarakat. Apalagi jika perusahaan yang memproduksi kemasan itu tidak menunjukkan tanggung jawab untuk menarik kembali galon kemasan tersebut dari konsumen.

Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Sularsi, mengatakan secara bisnis atau marketing, perusahaan itu memang ingin melakukan sebuah inovasi baru dengan menciptakan kemasan baru. Tapi, dari sisi lingkungan, kata Sularsi, YLKI jelas tidak mendukungnya.

“Kita justru diminta untuk mengurangi sampah plastik untuk bahan pangan khususnya air minum kemasan sekali pakai karena itu akan sangat membebani bumi karena tidak bisa terurai. Kok ini malah memproduksi bahan plastik sekali pakai yang baru. Kita tidak mendukung produk kemasan ini,” ucap Sulastri saat diwawancari Sabtu (9/5).

Kata Sularsi, masyarakat tidak bisa diwajibkan sebagai pihak yang bertanggungjawab untuk mengolah sampah plastik yang ditimbulkan oleh bahan kemasan pangan yang diproduksi industri pangan. Tapi, seharusnya industri itulah yang harus bertanggungjawab untuk menarik kembali kemasan palstik sekali pakai yang diproduksinya itu.

Selain itu, industri tersebut juga harus memberikan edukasi ke masyarakat bagaimana memperlakukan kemasan plastik sekali pakai itu sehingga tidak mencemari lingkungan.

“Yang perlu diawasi itu adalah bagian hulunya. Masalah sampah plastik ini tidak akan pernah selesai kalau hulunya tidak diawasi. Jangan sampai kehadiran air kemasan galon sekali pakai ini malah menimbulkan masalah baru bagi lingkungan. Jadi perlu ada kebijakan yang diambil untuk itu,” ucap Sularsi.

Hal senada disampaikan Jurukampanye Urban Greenpeace Indonesia, Muharram Atha Rasyadi. Dia mengaskan bahwa produk air minum kemasan galon sekali pakai itu jelas akan menjadi masalah mengingat dampaknya pada lingkungan yang selama ini ditimbulkan.

Padahal, kata Atha, pemerintah memiliki target mengurangi sampah di laut sebesar 70% di tahun 2025. “Produksi plastik sekali pakai yang begitu masif tanpa adanya tanggung jawab perusahaan akan mempersulit capaian dari target ini,” katanya.

Menurutnya, melalui Permen LHK mengenai peta jalan pengurangan sampah oleh produsen yang dikeluarkan pada akhir tahun lalu, seharusnya sektor industri mulai berbenah bagaimana mereka dapat menyusun rencana strategis dalam mengurangi timbulan sampah mereka. “Bukan malah meningkatkan produksi produk sekali pakai. Selama dalam kemasan sekali pakai, masalah kita tentu akan semakin besar,” tandasnya.

Kejadian ini menurut Atha lebih disebabkan belum adanya keseriusan pemerintah dalam menyasar hulu dari permasalahan plastik sekali pakai di Indonesia.

“Seharusnya bisnis dengan model refill dan reuse yang sekarang harus mulai banyak diujicobakan dan diperbesar skalanya dibandingkan mengeluarkan produk sekali pakai yang baru,” tegas Atha.

Air minum dalam kemasan galon yang bisa diisi ulang telah dikenal di masyarakat Indonesia selama lebih dari 35 tahun dan telah terjamin keamanannya karena mendapatkan izin BPOM.

Kemasan galon model yang bisa digunakan kembali telah digunakan dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia baik di rumah, kantor, restoran bahkan di fasilitas kesehatan. Galon model yang dikenal selama ini lebih ramah lingkungan karena setelah dikonsumsi konsumen akan diambil kembali oleh produsen, dibawa ke pabrik untuk dibersihkan dan diisi kembali dengan air minum baru yang bersih dan higienis.

“Jadi dengan pembiaran kehadiran air minum kemasan galon sekali pakai ini, itu artinya masalah plastik dalam negeri akan makin berada di tahap yang lebih krisis dan target pengurangan pemakaian sampah plastik sekali pakai ini akan sulit tercapai,” ucapnya.

Sularsi meambahkan bahwa negaralah yang punya kebijakan bagaimana untuk mengurangi sampah plastik ini. Negara punya tanggung jawab di hulunya atau industrinya dengan mengatur kewajiban mereka untuk mengambil kembali kemasan itu dan bagaimana mekanismenya. “Jadi tanggung jawab mendaur ulang itu bukan di konsumennya. Semua perusahaan pangan khususnya air minum kemasan punya tanggung jawab untuk menarik kembali kemasannya,” katanya.

Artinya, industri pangan khususnya berbahan plastik sekali pakai harus memiliki cara bagaimana pemusnahan dari bahan-bahan plastik sekali pakai itu. Industri pangan hatus punya tanggung jawab untuk mendaur ulang kemasan yang diproduksinya itu. “Sebab yang dibeli konsumen kan isinya bukan kemasan. Lalu kemasannya itu untuk apa? Makanya industri pangan harus punya tanggung jawab untuk recycle kemasan itu,” ucapnya

KEYWORD :

Galon Sekali Pakai Air Minum




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :