Sabtu, 23/11/2024 08:14 WIB

Jokowi Naikkan BPJS, Rekan Indonesia:" Lebih Mirip CEO Asuransi Sosial"

Rekan Indonesia melihat melihat ada ketidaksesuaian perpres tersebut dengan beberapa undang-undang, termasuk UUD 1945.

Ketua Nasional Relawan Kesehatan Indonesia (Rekan Indonesia) Agung Nugroho

Jakarta, Jurnas.com - Relawan Kesehatan Indonesia (Rekan Indonesia) menganggap, keputusan Presiden Joko Widodo dalam Peraturan Presiden No.64 tahun 2020 terkait kenaikan BPJS Kesehatan, sangat jauh dari kepekaan seorang pemimpin negara.

"Dan lebih mirip CEO asuransi sosial, dimana pertimbangan kenaikan iuran BPJS Kesehatan hanya dilandasi defisit anggaran BPJS Kesehatan yang disebabkan kegagalan BPJS sendiri," ujar Ketua Rekan Indonesia, Agung Nugroho dalam siaran persnya.

Jokowi, kata Agung, juga dianggap mengabaikan kondisi rakyatnya yang saat ini sendang menghadapi kesulitan ekonomi karena waba Covid-19 yang melanda Indonesia.

"Rekan Indonesia juga menilai langkah Presiden Joko Widodo kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan bertentangan dengan putusan MA. Dan dapat disebut sebagai pengabaian terhadap hukum atau disobedience of law," ujar Agung.

Agung menjabarkan, keputusan Jokowi menaikan iuran BPJS Kesehatan dengan mengeluarkan Pepres baru yaitu Perpres No 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Dalam Pepres tersebut disebutkan Iuran Kelas I yaitu sebesar Rp 150 ribu per orang per bulan dibayar oleh Peserta PBPU dan Peserta BP atau pihak lain atas nama peserta.

Iuran Kelas II yaitu sebesar Rp 100 ribu per orang per bulan dibayar oleh Peserta PBPU dan Peserta BP atau pihak lain atas nama Peserta. Iuran Kelas III Tahun 2020 sebesar Rp 25.500, tahun 2021 dan tahun berikutnya menjadi Rp 35 ribu. Perpres menjelaskan ketentuan besaran iuran tersebut mulai berlaku pada 1 Juli 2020.

"Keputusan tersebut jelas tidak layak dilakukan oleh seorang presiden sebagai pemimpin negara yang menaungi hajat hidup rakyatnya," ujar Agung.

Terlebih lagi dalam Pepres tersebut menimbang dan mengingatnya, kata Agung,  karena posisi keuangan dari BPJS yang mengalami defisit. "Seharusnya Presiden mengevaluasi BPJS yang telah gagal menjalankan amanat UU SJSN untuk mengelola jaminan sosial kesehatan di Indonesia," ujarnya.

"Kalau perlu Presiden dapat membubarkan BPJS untuk sementara dan mengeluarkan Peraturan Pengganti Undang Undang (Perpu) tentang jaminan kesehatan dengan mengembalikan skema jamina kesehatan nasional kembali ke Jamkesmas yang diperluas," tegasnya.

Dalam kondisi normal saja, kenaikan iuran BPJS dirasa sangat memberatkan. Relawan Kesehatan Indonesia (Rekan Indonesia) sendiri pernah menyuarakan keberatannya saat pemerintah berencana menaikkan iuran BPJS, September 2019 lalu.

Rekan Indonesia melihat melihat ada ketidaksesuaian perpres tersebut dengan beberapa undang-undang, termasuk UUD 1945. Selain juga Tidak sejalan dengan jiwa semangat UUD 1945, lalu juga ditunjang oleh aspek sosiologis, keadilan, mempertimbangkan orang yang tidak mampu dan sebagainya.

Menurut Agung, Putusan MA bersifat final dan mengikat terhadap semua orang, termasuk kepada presiden. Hal itu tertuang dalam Undang-Undang tentang MA dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.

"putusan MA bernomor 7/P/HUM/2020 itu pada pokoknya melarang pemerintah menaikkan iuran BPJSkesehatan," ujar Agung.

Oleh karenanya, sekalipun kenaikan iuran BPJS yang tertuang dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 nominalnya sedikit berbeda dengan kenaikan sebelumnya, langkah Presiden menaikkan iuran BPJS tetap tidak dapat dibenarkan.

KEYWORD :

Rekan Kesehatan Agung Nugroho Presiden Jokowi




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :