Jum'at, 22/11/2024 23:30 WIB

Kritisi Nadiem, Organisasi Guru Teriak "Kemdikbud Terserah"

Kinerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) di bawah kepemimpinan Nadiem Anwar Makarim mendapatkan kritik dari sejumlah organisasi guru.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim (Foto: Ist)

Jakarta, Jurnas.com - Kinerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) di bawah kepemimpinan Nadiem Anwar Makarim mendapatkan kritik dari sejumlah organisasi guru.

Ikatan Guru Indonesia (IGI) dalam sebuah survei yang melibatkan 366 respon mengambil kesimpulan bahwa kemampuan Kemdikbud dalam melakukan komunikasi dan kolaborasi terbilang buruk.

Ketua Umum IGI M. Ramli Rahim menyontohkan, kini organisasi guru kesulitan untuk berkomunikasi dengan Nadiem maupun para dirjen yang ada di lingkungan Kemdikbud.

Padahal saat Kemdikbud era Anies Baswedan maupun Muhadjir Effendy, komunikasi dan kolaborasi antara kementerian dengan organisasi guru berjalan lancar.

"Semua harus lewat ajudan atau staf khusus sekarang. Padahal menteri sebelumnya kalau kita kontak bisa langsung jawab, jangankan saya sebagai ketua umum, anggota lain juga direspon," ujar Ramli dalam kegiatan Diskusi Daring `Evaluasi Kebijakan Pendidikan Nasional` melalui konferensi video pada Rabu (20/5).

Demikian pula dengan kolaborasi Kemdikbud, lanjut Ramli. Menurut dia, Kemdikbud terkesan lamban melakukan kolaborasi dengan operator jaringan dan internet, untuk mempermudah proses belajar dari rumah.

Walhasil, masih banyak ditemukan guru dan siswa di daerah sukar menempuh belajar daring akibat keterbatasan akses listrik maupun internet.

"Jadi kalau sekarang ada Indonesia Terserah, maka modelnya di kementerian juga begitu. Guru terserah mau bikin apa saja. Jadi biasa saja, kita tidak menemukan kolaborasi yang baik," tegas dia.

"Sekarang semuanya jadi terserah, mau ujian boleh, tidak ujian boleh, nonton tv boleh, tidak nonton tv boleh, jadi tidak ada ukurannya," sambung Ramli.

Hal senada juga disampaikan oleh Wasekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim. Dia mengatakan, komunikasi Kemdikbud terhadap kebijakan Merdeka Belajar tak berjalan dengan baik.

Dia memberikan contoh terkait kebijakan Rencana Pelaksaan Pembelajaran (RPP) satu lembar yang digemborkan Mendikbud. Menurut dia, kebijakan itu banyak diejawantahkan secara mentah-mentah oleh guru di lapangan.

"Pemahaman guru itu wajib satu lembar. Jadi hurufnya diperkecil, kalimatnya dipotong. Ini adalah kegagalan komunikasi antara Mendikbud dengan daerah," tutur Satriwan.

Karenanya, Satriwan menyarankan supaya Nadiem tetap melakukan intervensi supaya kebijakan pusat sinkron dengan implementasi di daerah.

"Mestinya ada intervensi dari negara. Jadi, jangan karena Kemdikbud sudah kasih Dana BOS lalu lepas tanggung jawab. Makanya kalau saya sekarang pakainya Kemdikbud Terserah," kata dia.

Forum Guru Muhammadiyah (FGM) juga memberikan kritik serupa. Ketua FGM, Pahri mengatakan dalam sebuah angket yang disebar oleh FGM, sebanyak 55 persen guru memberikan nilai `7` ke bawah untuk kemampuan Mendikbud melakukan perencaaan.

"Sekarang kecenderungannya pencitraan. Empat program yang ada sekarang tidak sematang menteri sebelumnya. Ini berbahaya, di bawah bisa bertabrakan," tegas Pahri dalam kesempatan yang sama.

Sementara terkait kemampuan Kemdikbud melakukan sosialisasi juga dinilai buruk oleh FGM. Forum guru, lanjut Pahri, sulit mendapatkan akses langsung kepada Mendikbud.

"Jangankan langsung ke mas menteri, ke stafsus, dirjen juga sulit sekali. Bagaimana kebijakan pak menteri sampai ke tingkat kepala sekolah kalau sosialisasinya terhambat?" ucap dia.

Sementara hasil evaluasi dari VOX Populi Institute Indonesia terhadap Kemdikbud dalam kaitannya dengan pengembangan keterampilan abad 21 (4C), memberikan nilai `D` untuk kolaborasi (collaboration) dan komunikasi (communication).

Adapun poin kritis dalam berpikir dan bertindak (critical thinking and act), serta kreatif (creative), masing-masing mendapatkan nilai `C+` dan `C`.

Direktur Pendidikan VOX Populi Institut, Indra Charismiadji menjelaskan nilai `D` untuk poin kolaborasi dan komunikasi karena menurut dia hampir tidak komunikasi ke publik mengenai program-program Kemdikbud secara jelas.

"Kolaborasi dengan pihak pemda juga tidak ada, karena tidak ada komunikasi tadi. Padahal pendidikan itu diotonomikan. Jika tidak ada kolaborasi pasti kacau dan jalan sendiri-sendiri," kata Indra

Sementara nilai `C+` untuk poin kreatif, lanjut Indra, diberikan karena Nadiem berani menghapus ujian nasional (UN), dan adanya program Kampus Merdeka, yang menurut dia sudah cukup baik.

"Sayangnya target literasi, numerasi, dan sains jauh dari rata-rata OECD," terang Indra.

"Untuk kreatif (nilainya) C juga karena tidak ada ide-ide baru yang segar. Semuanya biasa dan sudah pernah dibahas," tandas Direktur Eksekutif Center for Education Regulations and Development Analysis (CERDAS) tersebut.

KEYWORD :

Mendikbud Nadiem Anwar Makarim Kemdikbud Terserah




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :