Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat
Jakarta, Jurnas.com - Masa transisi menuju kenormalan baru di Ibu Kota Jakarta butuh transparansi data penyebaran Covid-19 dan kedisiplinan masyarakat mematuhi protokol kesehatan.
"Ketika pembatasan mulai dilonggarkan pada masa transisi, pergerakan orang pasti meningkat. Pada kondisi ini perlu kedisiplinan masyarakat yang tinggi untuk mematuhi protokol kesehatan guna mencegah potensi penyebaran Covid-19 dari satu wilayah ke wilayah lain," kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam keterangannya, Jumat (5/6).
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, tambah Rerie sapaan akrab Lestari, pada Kamis (4/6) memperpanjang pemberlakuan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan menetapkan bulan Juni sebagai masa transisi menuju kenormalan baru.
Operasional sejumlah fasilitas publik seperti tempat ibadah, transportasi umum mulai diaktifkan kembali pada Jumat (5/6). "Pergerakan orang di ruang publik diperkirakan akan meningkat, meski kebijakan PSBB di Jakarta tetap diberlakukan."
Edukasi dan sosialisasi yang masif, menurut Rerie, menjadi salah satu cara agar masyarakat peduli untuk melaksanakan protokol kesehatan di masa transisi menjelang pelaksanaan kenormalan baru. Rajin mencuci tangan, memakai masker di area publik dan menjaga jarak, tambahnya, harus menjadi kepedulian bersama.
"Saya berharap proses pendisiplinan masyarakat yang dilakukan aparat keamanan menggunakan pendekatan humanistis. Bila ada sanksi tujuannya mendidik," ujar Rerie.
Dia memperkirakan di awal masa transisi ini akan terjadi euforia masyarakat untuk beraktivitas di ruang publik, setelah dua bulan tinggal di rumah. "Kondisi ini harus diantisipasi petugas di lapangan yang bertugas mengawasi ketertiban di masa transisi."
Selain itu, kata Legislator Partai NasDem itu, transparansi data dari pemerintah daerah terkait zona merah yang masih ada di beberapa wilayah di DKI Jakarta, Depok, Bogor, Tangerang dan Bekasi, sangat diperlukan sehingga kewaspadaan masyarakat terus terjaga.
Penerapan protokol kesehatan yang ketat, menurut Rerie, wajib diberlakukan di sejumlah moda transportasi publik seperti MRT, commuter line, bus dan angkutan kota.
"Moda angkutan massal berpotensi jadi pemicu penyebaran Covid-19 yang datang dari luar Jakarta maupun antarwilayah di Jakarta, bila penumpang tidak disiplin menjalankan protokol kesehatan dan tertib jaga jarak," tegasnya.
Rerie menegaskan, strategi teknis untuk menerapkan jaga jarak antarorang di area publik yang rawan kerumunan, seperti di stasiun kereta, MRT dan halte bus, harus dijalankan dengan ketat.
"Untuk mengantisipasi kondisi yang tidak diinginkan, sebisa mungkin dilakukan simulasi terlebih dahulu untuk menerapkan strategi jaga jarak di area publik, sebelum diaplikasikan pada kondisi sebenarnya," ujarnya.
Di stasiun kereta misalnya, tambah Rerie, serbuan para pekerja di pagi hari berpotensi memicu kerumunan orang, karena di dalam kereta commuter line diberlakukan pembatasan jumlah penumpangnya hanya 50 persen dari kapasitas kereta.
Menurut Rerie, kedisiplinan menjalankan protokol kesehatan dan menjaga jarak di area publik tidak bisa ditawar lagi di masa transisi ini.
"Jangan sampai kelalaian kita malah memicu munculnya penyebaran virus klaster masjid A, klaster gereja B, klaster stasiun A atau klaster halte B," ujarnya.
Lalai terhadap aturan di masa transisi, tegas Rerie, berpotensi mengembalikan kondisi kita ke awal pandemi. "Sebuah kondisi yang memprihatinkan yang tidak boleh terjadi," pungkasnya.*
KEYWORD :Kinerja MPR Lestari Moerdijat Protokol Kesehatan