Senin, 25/11/2024 18:33 WIB

Masa Karantina Buat Perceraian di Saudi Meningkat 30 Persen

Perceraian juga merupakan pilihan bagi para wanita, terutama dalam kasus di mana mereka membuktikan bahwa mereka dirugikan oleh suami.

Arab Saudi menutup bioskop sampai pemberitahuan lebih lanjut untuk mencegah penyebaran virus corona(Foto: AFP)

Jakarta, Jurnas.com - Perceraian di Arab Saudi telah meningkat 30 persen pada bulan Februari setelah karantina selama pandemi covid-19 menyebabkan banyak istri mengetahui bahwa suami mereka memiliki istri dan keluarga lain.

Dilansir Middleeast, pada bulan Februari bahwa pernikahan dalam kerajaan telah meningkat lima persen dibandingkan dengan bulan yang sama tahun lalu, dengan 13.000 pernikahan yang telah dilakukan dan 542 terdaftar online.

Namun, jumlah perceraian pada bulan itu mencapai rekor 7.482, menghasilkan peningkatan 30 persen dalam permintaan perceraian dan `khula` - proses Islam di mana seorang wanita dapat menceraikan suaminya.

Perceraian juga merupakan pilihan bagi para wanita, terutama dalam kasus di mana mereka membuktikan bahwa mereka dirugikan oleh suami.

Mengutip statistik dari Kementerian Kehakiman Saudi, Gulf News mencatat bahwa 52 persen permintaan perceraian dan kasus-kasus pada bulan itu berasal dari kota-kota Mekah dan ibu kota Riyadh. Juga dicatat bahwa mayoritas wanita yang meminta cerai dari suami poligami mereka adalah karyawan, wanita pengusaha, wanita terkemuka di masyarakat dan dokter wanita.

Pengacara Saudi Saleh Musfer Al-Ghamdi mengatakan kepada situs itu bahwa dalam jangka waktu dua minggu selama bulan itu, dia sendiri telah menerima lima permintaan perceraian dari para istri. "Di antara mereka adalah seorang dokter yang menemukan bahwa suaminya menikah diam-diam dengan seorang warga Arab," kata Al-Ghamdi.

Poligami, praktik mengambil lebih dari satu istri, adalah sah dalam agama Islam dan status hukumnya berbeda antara negara-negara mayoritas Muslim. Meskipun legal di negara-negara Teluk Arab, itu ilegal di negara-negara lain seperti Turki dan Tunisia, dan praktiknya telah lama menjadi bahan perdebatan dan dicap sebagai masalah hak-hak perempuan.

Ini juga sangat dipolitisasi, dengan Israel menargetkan praktik itu dan menindaknya di komunitas Arab dan Muslimnya , terutama sebagai metode penurunan demografi Arab yang meningkat sembari mengizinkan praktik itu bagi orang Yahudi Israel untuk meningkatkan demografi Yahudi. Namun menurut hukum, poligami telah ilegal di Israel sejak 1977, meskipun sebagian besar otoritas menutup mata terhadap praktik tersebut.

KEYWORD :

Kasus Perceraian Arab Saudi




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :