Sabtu, 23/11/2024 15:34 WIB

PKS Sesalkan Pencabutan Larangan Ekspor APD

Pencabutan larangan Ekspor Masker dan APD disesalkan oleh DPR RI, Sebab, sampai saat ini kasus positif covid-19 masih terus bergerak.

Kapoksi Komisi VI DPR RI Fraksi PKS, Amin AK saat Reses di Dapil

Jakarta, Jurnas.com - Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKS, Amin Ak menyesalkan dicabutnya larangan ekspor masker dan alat pelindung diri (APD) oleh Kementerian Perdagangan yang terkesan terburu-buru.

Kementerian Perdagangan (Kemendag) menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 57 Tahun 2020 tentang Ketentuan Ekspor Bahan Baku Masker, Masker, dan Alat Pelindung Diri (APD). 

Sebelumnya, Kementerian Perdagangan mengeluarkan Permendag tentang Larangan Sementara Ekspor Antiseptik, Bahan Baku Masker, Alat Pelindung Diri, dan Masker melalui Permendag Nomor 23 Tahun 2020 jo. Permendag Nomor 34 Tahun 2020.

Menurut Amin Ak, seharusnya pemerintah mengkaji pasokan dan kebutuhan di dalam negeri terlebih dahulu secara mendetail sebelum mencabut larangan eskpor. 

Pasalnya, fakta dilapangan, masih banyak rumah sakit, puskesmas, klinik, dan tenaga medis yang kesulitan memperoleh APD berkualitas dengan harga terjangkau.

"Mestinya Pemerintah menghentikan impor APD karena masih banyak pelaku industri dalam negeri yang mengeluh APD buatannya tidak terserap oleh pasar karena banyaknya beredar APD impor," kata Amin Ak di Jakarta, Kamis (18/06/2020).

“Kelebihan pasokan APD di dalam negeri, karena banyaknya APD impor dan produksi lokal dianggap belum memenuhi standar,” sambung Amin Ak.

Anggota DPR dari Dapil Jatim IV (Kabupaten Jember dan Lumajang) itu menilai pencabutan larangan ekspor APD merupakan keputusan yang gegabah, mengingat kasus positif Covid-19 di dalam negeri masih sangat tinggi, bahkan cenderung meningkat.

"Dalam beberapa hari terakhir penambahan kasus positif berkisar antara 900 - 1.200 orang per hari” ujar Amin.

Seiring meningkatnya jumlah warga yang terinfeksi Covid-19, maka kebutuhan APD pun diperkirakan bakal meningkat. 

"Kalau ekspor dibuka lebar dan kebutuhan di dalam negeri kembali melonjak, maka tenaga medis di dalam negeri akhirnya dihadapkan pada dua pilihan, terpaksa membeli produk impor yang harganya mahal atau membeli produk non standar," ujar Amin Ak.

Kapoksi PKS di Komisi VI DPR RI ini menilai, kebijakan membuka izin ekspor ini dapat memicu kenaikan harga APD di dalam negeri. 

"Apalagi bila pasokan di dalam negeri menurun akibat kebijakan ini, dan pada saat yang sama demand meningkat," katanya.

Beberapa waktu lalu, kita masih ingat munculnya kasus Dokter dan Tenaga Kesehatan yang kekurangan APD (baju hazmat) yang standard dan masker yang sesuai standard (N95). Jadi, Kemendag harus mengingat bahwa Baju Hazmat yang tidak standard dapat menyebabkan Tenaga Kesehatan tertular Covid-19 melalui pori-pori bahan APD.

"Kita pernah mengalami krisis ketersediaan APD (baju hazmat, masker, face shield dan bahan bakunya) terutama selama Maret hingga April 2020. Meski ketersediaannya saat ini jauh lebih baik, namun perhitungan untuk kebijakan ekspor harus cermat," kata Amin Ak.

Mengutip Laporan Dirjen Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Banyaknya kasus Tenaga Kesehatan yang tertular Covid-19 disebabkan karena APD yang tidak standard.

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) juga mencatat, hingga 7 Juni 2020 ada 32 Dokter di Indonesia yang wafat akibat Covid-19 dan ini termasuk jumlah korban tertinggi di dunia.

Di Jawa Timur, lanjut Amin Ak, ada 175 Tenaga Kesehatan tertular Covid-19, ada 6 orang diantaranya yang wafat. Bahkan salah satu yang wafat akibat Covid-19 di Surabaya adalah perawat yang sedang hamil.

Kemudian, di Nusa Tenggara Barat, ada 66 Tenaga Kesehatan yang terjangkiti Covid-19. Mereka seharusnya jadi prioritas pertama karena berjuang di garis terdepan.

Amin Ak kembali mengingatkan bahwa amanah UU No.7 Tahun 2014 tentang Perdagangan menyebutkan tentang Pelarangan Ekspor Barang untuk menjaga Kepentingan Nasional serta melindungi kesehatan dan keselamatan manusia (Pasal 50 ayat 2).

"Bila akibat kebijakan pencabutan larangan eskpor ini, terjadi kenaikan harga APD dan masker di dalam negeri, pemerintah dapat berpotensi melanggar UU No.7/2014 tentang Perdagangan pasal 25, 26 dan 54," katanya.

Amin Ak menjelaskan, pada Pasal 25 UU Perdagangan mengamanahkan pemerintah agar mengendalikan barang penting bagi rakyat dari 3 hal, yaitu pasokan, mutu dan harga. 

"Bila mutu APD dalam negeri jadi berkurang atau harga APD jadi melonjak akibat Permendag ini, pemerintah harus bertanggungjawab," katanya.

Sedangkan pada pasal 26 UU Perdagangan mewajibkan, pemerintah harus menjaga ketersediaan dan stabilitas harga barang pokok atau barang penting untuk kebutuhan dalam negeri, pada situasi khusus atau adanya gangguan. 

"Saat pandemi ini, berlaku situasi khusus dimana pemerintah tak boleh gegabah mengambil kebijakan," katanya.

Sementara di Pasal 54 UU Perdagangan tersebut menyebutkan kewajiban pemerintah mengeluarkan kebijakan terkait ekspor harus menjaga stabilitas harga dalam negeri (Pasal 54 ayat 2).

KEYWORD :

Kemendag Amin Ak APD




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :