Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (Foto: Muti/Jurnas.com)
Jakarta, Jurnas.com - Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan mengkritik program Kartu Indonesia Pintar (KIP) pemerintahan Joko Widodo.
Dia mengatakan, program tersebut sifatnya hanya bantuan sosial dan tidak langsung berdampak pada peningkatan mutu pendidikan.
"Banyak program yang dimasukkan dalam klaster pendidikan tapi lebih tepat ini sebenarnya bantuan sosial untuk kegiatan belajar mengajar, tapi tidak langsung meningkat pada peningkatan mutu pendidikannya," kata Anies dalam Forum Group Discussion (FGD) `Sinergi Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat, dan Masyarakat dalam Sistem Pendidikan Nasional` yang digelar oleh Vox Populi Institute Indonesia pada Kamis (25/6).
"Program-program itu memiliki popularitas yang sangat besar. Karena merupakan program dengan direct benefit (manfaat langsung) kepada rakyat, apakah itu KIP, KJP, atau program setara dengan itu," imbuh dia.
Selain tidak berdampak pada peningkatan mutu pendidikan secara langsung, program semacam KIP ini juga menyedot anggaran yang cukup besar menurut Anies.
Padahal di sisi lain terdapat sektor yang harusnya segera dibenahi, seperti peningkatan kapasitas kepemimpinan kepala sekolah, peningkatan kualitas guru, dan perbaikan sarana dan prasarana sekolah, utamanya di sekolah vokasi.
"Itu (pelatihan) semua membutuhkan intervensi yang serius dan fiskal yang cukup," terang mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) tersebut.
Anies menambahkan pemerintah pusat seharusnya tidak hanya sekadar menetapkan prosi 20 persen untuk sektor pendidikan. Menurut dia, perlu ada pedoman lebih lanjut mengenai penggunaan anggaran pendidikan yang dapat menyentuh peningkatan mutu.
"Ini PR tersendiri yang menurut kami perlu dapat perhatian khusus," ujar Anies.
Hal senada disampaikan Direktur Pendidikan Vox Populi Instutite Indonesia, Indra Charismiadji. Dia mengatakan pemenuhan sarana dan prasarana pendidikan masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah.
Indra menyontohkan, di tengah pembelajaran daring akibat pandemi Covid-19, masih banyak daerah dan satuan pendidikan yang mengalami keterbatasan, mulai dari tidak memiliki akses gawai, sinyal, hingga paket data.
Sementara bila menengok Neraca Pendidikan Daerah (NPD) selama empat tahun terakhir, lanjut Indra, komitmen pemda dalam mengganggarkan 20 persen untuk pendidikan masih sangat kecil.
"Kalau kita lihat di tahun 2016-2019, 2016 yang mengaplikasikan lebih dari 20 persen itu hanya 5 persen. 2017 dan 2018 hanya 1 persen daerah yang mengalokasikan PAD 20 persen, 2019 hanya lima persen," terang Indra.
Indra mengatakan memang tidak mudah mengaplikasikan 20 persen anggaran untuk pendidikan. Dan hal ini, kata Indra, juga kerap kali dikeluhkan oleh para kepala daerah.
"Beberapa kepala daerah mengatakan itu sulit karena dananya tidak cukup. Saya jawab, ini kan sudah amanah konstitusi, konstitusi menyatakan 20 persen baik daerah maupun pusat harus lari ke pendidikan," kata Indra.
"Mungkin dengan adanya revisi UU Sisdiknas, kita bisa diskusi apa yang terbaik bagi dunia pendidikan kita," tandas Direktur Center for Education Regulations and Development Analysis (Cerdas) tersebut.
KEYWORD :Kartu Indonesia Pintar Anies Baswedan Gubernur DKI Jakarta