Anggota Komisi IX DPR, Rahmad Handoyo
Jakarta, Jurnas.com - Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo meminta negara hadir dan bertindak power full dalam pengadaan ‘reagen’ atau bahan kimia yang dibutuhkan untuk mendeteksi Covid-19 melalui tes polymerase chain reaction (PCR) agar tak ada pihak-pihak yang aji mumpung meraup keuntungan di tengah pandemi ini.
Ia menduga mahalnya biaya tes PCR yang banyak dikeluhkan masyarakat tidak terlepas dari ulah pihak-pihak tertentu yang justru memanfaatkan momen wabah Covid-19 untuk meraup keuntungan.
"Dugaan itu mungkin saja benar mengingat tarif yang dipatok rumah sakit swasta atau poliklinik yang melayani tes PCR mandiri disparitas harga berbeda-beda," kata Rahmad dalam siaran persnya, Rabu (1/7).
Politisi Fraksi PDI Perjuangan ini mengatakan, dalam situasi krisis seperti saat ini, pebisnis tidak boleh mencari untung yang tidak masuk akal. Justru, semua pihak mestinya saling bahu membahu meringankan beban rakyat.
"Makanya saya katakan, negara harus power full dalam pengadaan reagen. Karena bahan kimia yang sangat vital tersebut selalu dibuat sebagai alasan sehingga biaya tes PCR mahal," lanjutnya.
Diakui Rahmad, harga reagen memang relatif mahal dan sulit diperoleh, mengingat saat ini bahan kimia tersebut menjadi rebutan negara-negara di dunia yang dilanda badai Covid-19. Apalagi, Indonesia sendiri masih mengimpor dari negara produsen, yakni Korea Selatan dan China.
"Reagen itu memang mahal dan sulit dicari sehingga pihak swasta juga dijinkan untuk mengimpor. Karena itu lah pemerintah harus hadir, memperhatikan besaran tarif tes PCR yang dipatok rumah sakit," katanya.
Kalau biaya tes PCR mahal, masyarakat yang mengalami gejala Covid-19, seperti demam atau sesak nafas, tentunya enggan untuk melakukan tes PCR secara mandiri. Akibat krisis ini, banyak masyarakat juga merasa berat membayar biaya rapid test yang jauh lebih murah dibanding tarif tes PCR yang mencapai dua hingga tiga jutaan.
Legislator asal Boyolali, Jawa Tengah ini mengakui rumah sakit swasta tidak mungkin terlepas dari hitungan bisnis. "Bisnis tentu saja boleh saja. Tapi biaya tes PCR jangan sampai tak terjangkau. Kasihan masyarakat jadi terbebani," katanya. Ia menyarankan agar kedepan pengadaan reagen hanya dilakukan gugus tugas, bukan pihak swasta.
Seperti diketahui, selama ini masyarakat mengeluhkan tingginya biaya tes PCR. Rumah sakit swasta maupun poliklinik yang membuka layanan PCR mandiri, mematok tarif yang beragam. Berkisar antara Rp 2-3 juta. Karena tarif yang berbeda itu pula, pemerintah pusat berencana untuk menyeragamkan biaya pemeriksaan swab melalui PCR. Presiden Jokowi dalam rapat terbatas awal Juni lalu mengatakan pentingnya standardisasi harga tes PCR. Tapi niat baik tersebut belum terlaksana.
KEYWORD :Warta DPR Komisi IX Covid-19