Mangga gedong gincu (Foto: Ist)
Jakarta, Jurnas.com - Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) lalat buah skala luas dapat menekan keberadaan hama lalat buah yang mengganjal potensi ekspor mangga Indonesia. Komitmen dan sinergi semua pihak sangat dibutuhkan untuk mendukung keberhasilan upaya tersebut.
Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian, Prihasto Setyanto, menyatakan bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk mengekspor mangga.
Permintaan di pasar global pun tinggi. Namun, saat ini pangsa (share) Indonesia masih sangat kecil. "Salah satu masalahnya adalah hama lalat buah," jelas pria yg akrab disapa Anton saat Virtual Literacy (Viral) Seri Perlindungan Hortikultura, Kamis (2/7/2020).
Kegiatan Viral tersebut dioperasikan dari Horticulture War Room (HWR) di Jakarta. Pesertanya berasal dari berbagai kalangan di Indonesia yang mencapai lebih dari 5.000 orang baik melalui Zoom Meeting dan Live Streaming YouTube.
Pria yang biasa disapa Anton itu mengatakan bahwa setiap tahun pasar mangga internasional mencapai 2 juta ton. Sementara ekspor mangga Indonesia saat ini baru sekitar 3.000 ton.
Khusus untuk pasar Jepang, ada kebutuhan sekitar 20.000-30.000 ton mangga per tahun. Saat ini, Indonesia masih dalam proses pemenuhan persyaratan teknis untuk ekspor mangga ke Jepang.
Anton menyatakan negara tujuan ekspor mangga seperti Jepang, Australia, dan Republik Korea sangat takut dengan lalat buah dari Indonesia, karena ada jenis lalat buah di Indonesia yang tidak terdapat di negara tersebut.
Lalat buah itu menjadi Organisme Pengganggu Tanaman Karantina (OPTK) bagi mereka. Oleh karena itu, Anton meminta agar semua pihak bersinergi dalam mengendalikan hama lalat buah.
Di samping itu, dia berharap sanitasi kebun mangga dapat ditingkatkan, dan mengingatkan, upaya pengelolaan hama lalat buah harus tetap ramah lingkungan.
Menurutnya, mangga bisa mendukung target peningkatan ekspor tiga kali lipat (GraTiEks) yang dicanangkan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo.
Direktur Perlindungan Hortikultura, Sri Wijayanti Yusuf, menjelaskan bahwa berdasarkan Undang-undang (UU) No 13 tahun 2010 tentang Hortikultura dan UU No 22 tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan, pengelolaan hama harus dilakukan secara ramah lingkungan sesuai dengan prinsip Pengendalian Hama Terpadu (PHT).
Penerapan PHT lalat buah skala luas adalah sebuah gerakan yang harus mendapat dukungan semua pihak, baik dari petani, pemerintah, maupun masyarakat umum di kawasan tersebut. Selain itu, juga harus dilakukan serentak dan berkesinambungan.
"Karena lalat buah ini terbang-terbang. Jadi tidak bisa hanya dilakukan hanya 10 hektar, dia nanti terbang ke tetangganya," ujar wanita yang biasa disapa Yanti ini.
Yanti menyatakan PHT tidak bisa mengandalkan pestisida atau bahan kimia. Pasar ekspor sangat ketat dengan Batasan Maksimum Residu (BMR) pestisida. Jika melewati BMR, maka komoditas tersebut dipastikan tidak bisa diterima oleh Negara tujuan.
Pakar hama dari UGM, Dr Suputa, menyatakan PHT lalat buah skala luas pada mangga dapat dilakukan menggunakan perangkap beratraktan (zat penarik) berbahan aktif Metil Eugenol. Penggunaan perangkap ini dapat menurunkan intensitas serangan lalat buah hingga 60%.
Saat ini, PHT lalat buah skala luas dengan menggunakan perangkap beratraktan sedang diaplikasikan di areal pertanaman mangga Gedong Gincu seluas 400 hektar di Kabupaten Cirebon, Indramayu, Sumedang, Majalengka, dan Kuningan.Ketua Asosiasi Petani Mangga Kabupaten Sumedang, Inta Suminta, menyatakan sejak PHT lalat buah skala luas diberlakukan dan memanfaatkan perangkap beratraktan, serangan lalat buah terus menurun.
"Biasanya dulu dalam 1 perangkap bisa ada 190 ekor lalat buah per hari. Kini hanya ada 2,1 ekor per perangkap per hari,” katanya.
Berkat itu, kualitas buah menjadi lebih baik. Petani dapat menikmati harga yang lebih baik pula. "Petani antusias karena ingin mendapat harga yang lebih baik. Petani juga bangga kalau mangga yang dihasilkan bisa diekspor ke luar negeri," katanya
KEYWORD :Pengendalian Hama Lalat Buah Ramah Lingkungan Ekspor Mangga