Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim (Foto: Muti/Jurnas.com)
Jakarta, Jurnas.com - Presiden RI Joko Widodo diminta mencopot Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim. Pasalnya, Nadiem dianggap tidak kompeten mengurusi pendidikan.
"Kalau kementerian ingin berubah, kepalanya harus dihilangkan diganti dengan kepala baru," kata akademisi Universitas Tadulako (Untad) Nadjamuddin Ramly dalam webinar `Arah Pendidikan Kita: Mas Menteri Mau ke Mana?` pada Selasa (7/7) malam.
"Sebab kalau kita ingin perubahan dari seseorang yang tidak mengerti apa tupoksinya, saya kira sampai kucing bertanduk tidak akan berubah sistem pendidikan kita," tegas dia.
Menurut Nadjamuddin, Nadiem yang berlatar belakang pengusaha tidak mampu beradaptasi dengan birokrasi. Sementara untuk mengurus birokrasi yang ruang lingkupnya lebih besar, memiliki kecakapan khusus.
"Beda mindset pengusaha yang tidak punya kendala birokrasi, yang sekali perintah sampai ke bawah komandonya A, A sampai ke bawah. Birokrasi memerlukan seni untuk mengelola," ujar Wakil Sekjen Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) tersebut.
Nadiem, lanjut Nadjamuddin, juga tidak mengenal lembaga-lembaga yang berada dalam ruang lingkup Kemdikbud, serta geografi dan demografi pendidikan di Tanah Air mulai dari Sabang sampai Merauke.
Nadjamuddin menyontohkan, Nadiem sempat kaget ketika mengetahui bahwa ada daerah yang masih belum memiliki akses internet. Padahal fakta itu banyak dijumpai di sejumlah daerah.
"Menurut ingatan saya, baru sekali Mendikbud ini ke luar daerah, setelah itu tidak ada lagi. Sehingga tidak ada input dari bawah. Kalau eselon 1 saja sudah bingung, apalagi eselon lainnya," kata dia.
Hal senada juga disampaikan oleh pengamat pendidikan Doni Koesoema. Dia memandang Nadiem terlalu eksklusif dalam menangani pendidikan di Indonesia.
Menurut Doni, dalam mengurus dan mendesain sistem pendidikan nasional Nadiem seharusnya bekerja sama dengan para pemangku kebijakan di daerah, akademisi, serta lembaga yang relevan. Namun nyatanya, mantan CEO Gojek itu cuma melibatkan tim-tim khusus.
"Impact (dampak)-nya itu akan besar ketika pemangku kepentingan dilibatkan. Tapi ketika Mas Nadiem hanya melibatkan tim-tim khusus saja, jadinya itu tadi, ramai di sana-sini. Orkestrasi ini perlu diperbaiki," ujar Doni.
Salah satu bukti eksklusivitas Nadiem, lanjut Doni, ialah ketika sang menteri mengeluarkan Permendikbud Nomor 43 Tahun 2019 sebagai Episode Pertama Kebijakan Merdeka Belajar.
Doni mengklaim Mendikbud mengeluarkan regulasi penghapusan ujian nasional (UN) tersebut tanpa berdiskusi dengan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Padahal BSNP merupakan lembaga yang selama ini menyelenggearakan UN.
"Kami di BSNP yang bertanggung jawab untuk melaksanakan UN, tidak pernah diminta untuk melihat sama sekali draftnya, sehingga ada beberapa yang keliru di Permendikbud 43 itu," tegas Doni.
"Jadi maksud saya, jangan sampai hal-hal penting bagi bangsa untuk pendidikan, diurus orang orang tertentu tanpa melihat ada lembaga lain yang harus dilibatkan. Kita itu mitra, bukan bermusuhan dengan kementerian," tandas dia.
KEYWORD :Mendikbud Nadiem Anwar Makarim Nadjamuddin Ramli