Sabtu, 23/11/2024 05:07 WIB

Alih Status Hagia Sophia Takkan Dongkrak Popularitas Erdogan

Peneliti di Institut Prancis untuk Studi Anatolia, Jean Marcou menilai alih status Hagia Sophia menjadi masjid tidak akan meningkatkan popularitas Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.

Hagia Shopia

Istanbul, Jurnas.com - Peneliti di Institut Prancis untuk Studi Anatolia, Jean Marcou menilai alih status Hagia Sophia menjadi masjid tidak akan meningkatkan popularitas Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.

Malah, lanjut Marcou, keputusan yang dikeluarkan oleh Dewan Administratif Turki itu akan menjauhkan Ankara dari sekutu Baratnya, mempengaruhi hubungan Yunani-Turki, dan kemungkinan menghambat hubungan Rusia-Turki.

"Secara simbolis, keputusan seperti itu akan muncul sebagai titik kulminasi bagi Turki yang secara sistematis melakukan serangan di semua teater konflik regional Suriah, Irak, Libya, dan Mediterania timur," kata Marcou dilansir dari The Arab Weekly pada Senin (13/7).

Sementara penulis `Erdogan Emire`, Cagaptay, berpandangan bahwa Erdogan saat ini ingin menggunakan konversi Hagia Sophia menjadi masjid, untuk menggalang basis sayap kanannya

"Tapi saya tidak berpikir strategi ini akan berhasil. Saya pikir bahwa pertumbuhan ekonomi yang rendah, tidak akan mengembalikan popularitas Erdogan," tegas Cagaptay.

Isu alih status Hagia Sophia sebenarnya bukan hal yang baru. Presiden Erdogan sebelumnya telah berulangk ali menyerukan agar bangunan bersejarah itu diganti statusnya menjadi masjid.

Hal ini akhirnya terlaksana ketika dia menandatangani dekrit presiden pada Jumat(10/7) pekan lalu, yang menyerahkan penanganan Hagia Sophia ke Direktorat Urusan Agama Turki, untuk dibuka kembali menjadi masjid.

Selain dari kelompok-kelompok nasionalis dan konservatif, banyak pihak di Turki yang menginginkan Hagia Sophia tetap menjadi museum, sebagai simbol solidaritas Kristen dan Muslim.

"Itu (bangunan) adalah struktur yang menyatukan sejarah Bizantium dan Utsmaniyah," kata Zeynep Kizildag, pekerja sosial berusia 27 tahun.

"Keputusan untuk mengubahnya menjadi masjid seperti menghapus sejarah 1.000 tahun, menurut saya," sambung dia.

Hal senada juga disesalkan oleh Kepala Kebijakan Uni Eropa, Josep Borrell. Dia mengatakan keputusan Dewan Negara Turki untuk membatalkan salah satu keputusan penting Turki modern, dan keputusan Presiden Erdogan untuk menempatkan monumen di bawah pengelolaan Menteri Urusan Agama sangat disesalkan.

Sementara Amerika Serikat kecewa dengan keputusan pemerintah Turki mengubah status Hagia Sophia. Hal ini disampaikan oleh juru bicara Departemen Luar Negeri Morgan Ortagus.

"AS berharap untuk memastikan monumen tetap dapat diakses tanpa hambatan untuk semua," ujar Morgan.

Adapun surat kabar Neue Presse menyatakan jika Presiden Erdogan menggunakan perubahan status Hagia Sophia menjadi alat politik, hal ini dinilai tidak akan efektif menarik pemilih.

Meskipun konversi Hagia Sophia menjadi masjid di Istanbul membuat pemilih Islamis dan nasionalisnya bahagia, namun popularitas Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) dan Erdogan akan terus tergerus dengan isu-isu penting yang kini tengah dihadapi Turki.

Beberapa isu penting yang menarik pemilih muda adalah soal ekonomi dan ketersediaan lapangan kerja. Juga penanganan pandemi virus corona (Covid-19) serta langkah pemerintah yang membungkam suara kritis di dalam negeri.

"Sekarang dia bisa merayakan di depan para pendukungnya, tetapi dia tidak akan bisa lepas dari fakta dalam jangka panjang, Presiden tidak bisa lagi menarik dukungan masyarakat secara politik," tulis Neue Presse.

KEYWORD :

Recep Tayyip Erdogan Presiden Turki Hagia Sophia




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :