Sabtu, 23/11/2024 14:22 WIB

Virus Corona Bisa Menginfeksi Seseorang Berulang Kali

Para peneliti menemukan, 60% orang yang memiliki kemampuan antibodi yang awalnya kuat terhadap infeksi. Namun, hanya 17% mempertahankan potensi itu tiga bulan kemudian.

Ilustrasi virus corona (Foto: Lizabeth Menzies/AFP)

London, Jurnas.com - Pasien yang sudah sembuh dari virus corona (COVID-19) dapat kehilangan kekebalan terhadap virus tersebut dalam beberapa bulan infeksi karena penurunan tajam dalam tingkat antibodi

Para peneliti di King`s College London (KCL) menunjukkan, virus dapat menginfeksi kembali orang dari tahun ke tahun, seperti flu biasa. Mereka membuat penemuan setelah menganalisis tanggapan kekebalan 90 pasien di rumah sakit London.

Para peneliti menemukan, 60% orang yang memiliki kemampuan antibodi yang awalnya kuat terhadap infeksi. Namun, hanya 17% mempertahankan potensi itu tiga bulan kemudian.

Tingkat antibodi turun sebanyak 23 kali lipat dalam periode tersebut, dan dalam beberapa kasus menjadi tidak terdeteksi sepenuhnya.

"Orang-orang menghasilkan respon antibodi yang masuk akal terhadap virus, tetapi itu memudar dalam waktu singkat dan, tergantung pada seberapa tinggi puncak Anda, yang menentukan berapa lama antibodi bertahan," kata penulis utama tentang studi di KCL, Katie Doores.

"Jika infeksi Anda memberi Anda tingkat antibodi yang berkurang dalam dua hingga tiga bulan, vaksin akan berpotensi melakukan hal yang sama. Orang mungkin perlu meningkatkan dan satu suntikan mungkin tidak cukup," sambungnya.

Seorang ahli virologi di Universitas Cambridge, Jonathan Heeney mengatakan, studi KCL mengkonfirmasi semakin banyak bukti bahwa kekebalan terhadap COVID-19 berumur pendek.

"Karena lebih banyak ditemukan tentang kemampuan tubuh, atau kekurangannya, untuk melawan virus berulang kali, demikian juga lebih terungkap tentang kerusakan jangka panjang yang ditimbulkannya," katanya.

Sebuah studi yang dilakukan British Heart Foundation (BHF), yang mencakup 69 negara dan 1.261 pasien, menemukan bahwa 55% orang yang dirawat di rumah sakit mengalami perubahan abnormal terhadap cara jantung mereka memompa. Sekitar satu dari tujuh dari mereka menunjukkan bukti kerusakan parah.

Di antara pasien yang sebelumnya tidak pernah didiagnosis dengan masalah jantung, hampir setengah mencatat scan jantung abnormal dan 23% memiliki penyakit parah.

Para peneliti mengingatkan bahwa penelitian ini tidak dapat menyimpulkan seberapa umum perubahan jantung terjadi pada orang yang tidak menerima scan.

Direktur rekanan medis di BHF dan konsultan ahli jantung, Sonya Babu-Narayan mengatakan, penyakit COVID-19 yang parah dapat menyebabkan kerusakan pada jantung dan sistem peredaran darah.

"Kami sangat perlu memahami lebih banyak tentang mengapa hal ini terjadi sehingga kami dapat memberikan perawatan yang tepat - baik jangka pendek dan panjang," ujarnya.

Hasil ini mengikuti penelitian lain yang menunjukkan bahwa virus dapat menyebabkan kerusakan permanen pada jantung dan otak.

Terlepas dari peringatan yang tidak menyenangkan dari studi KCL dan BHF, langkah-langkah tambahan masih dilakukan untuk melindungi yang paling rentan dari efek jangka pendek COVID-19 yang parah.

Perawatan antibodi baru yang dapat melindungi orang tua dan mereka yang menjalani perawatan yang melemahkan sistem kekebalan tubuh, seperti kemoterapi, sedang dikembangkan oleh para ilmuwan di raksasa farmasi Inggris-Swedia AstraZeneca.

Dengan uji coba pada manusia yang akan dimulai bulan depan, para peneliti berharap bahwa suntikan antibodi yang mereka kembangkan akan menangkal infeksi hingga enam bulan.

Tetapi karena biaya perawatan yang tinggi, itu tidak mungkin digunakan secara luas. Namun, hal ini dapat berperan dalam menurunkan angka kematian yang sangat tinggi di antara orang lanjut usia yang terinfeksi oleh virus. (Arab News)

KEYWORD :

Virus Corona Kekebalan Tubuh Penelitian Inggris




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :