Marlen Sitompul | Selasa, 14/07/2020 13:10 WIB
Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Demokrat, M Nasir
Jakarta, Jurnas.com - Direktur Ekskutif Oversight of Indonesia`s Democratic Policy Satyo Purwanto menilai sikap Muhammad Nasir sudah mencoreng muka Partai Demokrat. Hal itu terkait kemarahan Nasir dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI bersama Holding Pertambangan BUMN, Selasa (30/6).
Satyo menjelaskan, Susilo Bambang Yudhoyono bersusah payah membangun
Partai Demokrat dan menjaga citra baiknya. Namun, kata Satyo, Nasir mencederai narasi yang dibangun SBY. Ulah Nasir di DPR sangat jauh dari citra baik yang dijaga
Partai Demokrat.
"Perilaku M. Nasir ketika RDP tidak mencerminkan
Partai Demokrat yang humble dan rasional seperti SBY membangun karakter
Partai Demokrat," kata Satyo dalam pesan singkatnya kepada awak media, Selasa (14/7).
Selain itu, ujar Satyo, kemarahan Nasir juga bertentangan dengan semangat Ketua Umum
Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) untuk memodernisasi partai. AHY rutin melakukan komunikasi politik yang efektif ke semua pihak.
Namun, kata dia, kemarahan Nasir menghancurkan kerja politik AHY menjadikan Demokrat sebagai smart party.
"M. Nasir ini akan jadi beban historis," beber eks Sekjen Pro Demokrasi itu.
Sementara itu, Pengamat politik Emrus Sihombing mengkritik keras sikap anggota DPR
RI Muhammad Nasir dalam RDP Komisi VII bersama Holding Pertambangan BUMN, Selasa kemarin.
Menurut Emrus, tindakan Nasir dalam rapat itu tidak beradab dan bertentangan dengan nilai Pancasila. Pasalnya, Nasir menujukkan kemarahan dalam rapat tersebut.
"Saya kira sebagai anggota dewan tidak perlu marah-marah. Kalau pun ada yang marah di negara lain, tidak perlu ditiru. Kita, kan, negara beradap. Coba lihat Pancasila sebagai dasar negara adalah kemanusiaan yang adil dan beradab. Apakah marah itu beradab," kata Emrus saat dihubungi, Selasa (7/5).
Selain marah-marah saat rapat di DPR, Nasir juga dikenal kontroversial karena ulahnya. Nasir pernah diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi atas kasus dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat anggota Komisi VI DPR Fraksi Golkar Bowo Sidik Pangarso.
Nasir diperiksa KPK pada Senin (1/7/2019), dan tim penyidik KPK menggeledah ruang kerjanya pada 4 Mei 2019.
Bowo Sidik diperkirakan menerima suap sebanyak tujuh kali dengan total senilai Rp 8 miliar dari PT. Humpuss Transportasi Kimia (PT. HTK).
Juru Bicara KPK Ali Fikri memastikan akan menindaklanjuti kasus dugaan suap yang menjerat politikus Partai Golkar Bowo Sidik Pangarso dari rekannya Politikus
Partai Demokrat M Nasir. Ali Fikri mengatakan, hingga saat ini penyidik masih menyelidiki dugaan gratifikasi
M Nasir kepada Bowo Sidik.Menurutnya, jika bukti-bukti sudah dianggap cukup, tentu KPK akan menindaklanjuti.
Pada Januari 2020, Nasir secara terang-terangan meminta jatah corporate social responsibility atau CSR kepada PT Pertamina (Persero). Permintaan itu disampaikan Nasir dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar
Komisi VII DPR RI, Rabu (29/1/2020). Hal itu disampaikan menjelang rapat ditutup.
KEYWORD :
Warta DPR Komisi VII DPR Partai Demokrat M Nasir